Lingkar.co – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berpandangan bahwa tahapan dan jadwal Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 harus terlaksana sesuai peraturan perundang-undangan. Hal tersebut berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024.
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK), menggelar sidang lanjutan pengujian Pasal 10 ayat (9) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Selasa (21/2/2023).
Sidang berlangsung pada ruang sidang pleno MK, dengan agenda mendengarkan keterangan DPR, Pemerintah, Kemendagri serta Ketua KPU, Hasyim Asy’ari.
Selaku Tim Kuasa DPR RI, Arsul Sani, mengatakan tahapan Pemilu 2024 telah ditetapkan melalui PKPU Nomor 3 Tahun 2022.
Tahapan Pemilu 2024, kata dia, telah berlangsung sejak Juni 2022, hingga nanti Oktober 2024.
“Bahwa tahapan Pemilu tahun 2024 telah ditetapkan dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang tahapan dan jadwal penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2024 dikenal sebagai PKPU Nomor 3 Tahun 2022,” jelasnya.
“Tahapan Pemilu 2024 telah dimulai sejak 14 Juni 2022 sampai nanti 20 Oktober 2024,” sambung Arsul, yang hadir secara daring.
Dia mengatakan, tahapan tersebut berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu selama 28 bulan atau dua tahun empat bulan.
Sementara Pemilu Serentak 2024, ucap Anggota Komisi III DPR RI itu, akan berlangsung pada 14 Februari 2024.
Arsul menegaskan bahwa tahapan dan jadwal pemilu 2024 telah disepakati bersama oleh DPR RI, Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP.
Kesepakatan tahapan dan jadwal Pemilu 2024, kata dia, berlangsung dalam agenda rapat kerja pada 24 Januari 2022.
Oleh karena itu, kata Arsul, sebagai penyelenggara pemilu harus melaksanakan agenda tersebut, sesuai jadwal yang telah ditetapkan semua pihak.
“KPU sebagai penyelenggara Pemilu harus menyelenggarakan Pemilu secara tepat waktu sesuai jadwal yang telah ditetapkan,” tegas Politisi PPP tersebut.

Pembentukan Tim Seleksi Anggota KPU
DPR juga menyoroti pembentukan tim seleksi anggota KPU, harus sesuai dengan Peraturan KPU.
Arsul menegaskan, sebagaimana termaktub dalam peraturan KPU, pembentukan tim seleksi masing-masing beranggotakan anggota lima orang.
Kelima orang tersebut, berasal dari unsur akademisi, profesional, dan tokoh masyarakat yang punya integritas.
Berdasarkan hal tersebut, lanjut Arsul, KPU berhak merekrut Tim Seleksi dari tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
Tim seleksi ini bertugas untuk melaksanakan tahapan seleksi untuk pemilihan anggota KPU yang dimaksudkan. Prosesnya dilakukan selama 60 hari kerja.
Anggota Komisi III DPR RI itu mengatakan, berdasarkan UU Pemilu, keanggotaan KPU adalah selama 5 tahun sejak pengucapan sumpah.
Sementara keanggotaan KPU, kata dia, maksimal adalah 10 tahun untuk tingkatan yang sama.
Desain rekrutmen KPU Kabupaten/Kota tentang jadwal pelaksanaan seleksi anggota KPU periode 2023–2028, telah berlangsung pada 20 provinsi.
“DPR mengharapkan keterangan yang sudah diberikan kepada MK pada sidang pleno ini dapat dilaksaksanakan berdasarkan peraturan UU yang berlaku,” ucapnya.
“Dengan begitu, pemilihan umum dapat berjalan dengan baik dan tepat waktu sesuai jadwal yang telah ditetapkan,” kata Arsul, menambahkan.
Arsul, juga menyatakan bahwa DPR berpandangan bahwa para pemohon uji materi tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing.
Hal itu karena tidak memenuhi Pasal 51 ayat 1 dan penjelasan UU tentang MK.
Selain itu, kata Arsul, tidak memenuhi persyaratan kerugian konstitusional yang diputuskan dalam putusan MK.
“Permintaan pemohon pada perkara ini, DPR berpendapat bukan masalah konstitusionalitas norma, tetapi penerapan yang bisa diselesaikan dengan aturan pelaksana,” jelasnya.
Kendati demikian, DPR menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim MK terkait kedudukan hukum para pemohon tersebut.
“Terhadap kedudukan para hukum para pemohon tersebut, DPR menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan yang mulia majelis hakim Mahkamah Konstitusi,” ucap Arsul.
“Untuk mempertimbangkan dan menilai apakah para pemohon memiliki kedudukan hukum dalam pengujian perkara ini,” pungkasnya.
Sekadar informasi, permohonan Nomor 120/PUU-XX/2022, diajukan oleh Dedi Subroto, berprofesi wiraswasta (Pemohon I).
Lalu, Bahrain, berprofesi advokat (Pemohon II), dan Yayasan Pusat Studi Strategis dan Kebijakan Publik Indonesia (CSIPP).
Sidang lanjutan tersebut, dipimpin Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, bersama tujuh hakim konstitusi lainnya.*
Penulis: M Rain Daling
Editor: M. Rain Daling