Tazkiyatul Muthmainnah, Pegiat Gender, Anak dan Difabel

Hj. Tazkiyyatul Muthmainnah, MKes (Mbak Iin). Foto: dokumentasi

Lingkar.co – Mendengar nama Hj. Tazkiyyatul Muthmainnah, MKes tentu tidak asing bagi kalangan aktivis Nahdlatul Ulama, khususnya Jawa Tengah. Sebab, perempuan asal Blora ini menjabat sebagai Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Fatayat NU Jateng untuk kedua kalinya. Selain itu, Mbak Iin, sapaan akrabnya juga seorang anggota legislatif melalui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 lalu. Selain itu, ia aktif dalam gerakan gender dan pemerhati difabel.

Sebagai seorang santri, Iin yang pernah nyantri di Pesantren Al Munawwir Krapyak, Yogyakarta ini mengajak segenap kaum santri untuk aktif di PKB dan NU. Ia pun kerap memberikan motivasi agar kaum santri tampil percaya diri memimpin masyarakat. Katanya, santri harus berani bermimpi, berani bercita-cita tinggi, bahwa santri bisa menjadi pemimpin. Termasuk memimpin pemerintahan daerah.

Ia pun menyontohkan, pendiri Kota Semarang adalah santri, ulama, bahkan seorang wali. Yaitu Sunan Pandanaran I. Maka sudah sepatutnya kaum santri berani maju memimpin Kota Semarang.

Hijau-Minimalist-Ucapan-Selamat-Sukses-Kiriman-Instagram-3

“Mari kaum santri percaya diri. Berani bercita-cita meneruskan perjuangan ulama pendiri Kota Semarang, yaitu Sunan Pandanaran,” ajaknya saat dikonfirmasi oleh Lingkar.co pada Selasa (11/6/2024).

Selain berbicara sebagai santri, politisi PKB ini juga cukup konsen pada isu perempuan dan anak. Menurutnya, kasus kekerasan terhadap perempuan di Semarang masih tinggi meski berstatus sebagai kota layak anak, namun belum bisa disebut demikian secara implementasi. “Apakah selama ini belum? Secara status Kota Semarang adalah kota layak anak, tapi implementasinya angka kekerasan maaih tinggi, baik kekerasan terhadap anak maupun perempuan,” ungkapnya

“Urusan perempuan dan anak ini harus jadi prioritas. Selama ini, termasuk di Jateng urusan perempuan anak itu tidak jadi prioritas, indikatornya apa? anggarannya cuma sedikit,” lanjutnya.

Png-20230831-120408-0000

Ia lantas mengungkapkan, Fatayat NU Jateng yang ia pimpin memiliki Lembaga Konsultasi untuk Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (LKP3A). Lembaga ini, kata Mbak Iin bertugymendampingi kasus-kasus kekerasan, termasuk kekerasan seksual, bullying, dan stunting.

“Fatayat Jateng juga memiliki program Sambung Simbok Sambang Bocah yang membidik ibu hamil untuk mencegah stunting dan menekan angka kematian ibu (AKI) dan bayi (AKB). Program ini telah dijalankan selama setahun dan telah mendata serta memberikan perawatan kepada 50 ribu ibu hamil dan bayi dua tahun (baduta) di Jateng,” paparnya.

Untuk menjalankan program Sambung Simbok Sambang Bocah, menurutnya ada kader di setiap Desa atau Kelurahan yang mendata ibu hamil, kemudian ikut mengawal dengan memakai perangkat milik Fatayat.

Hj. Tazkiyyatul Muthmainnah, MKes (Mbak Iin). Foto: dokumentasi

“Jadi di Kelurahan ada berapa ibu hamil, ini diingatkan, jadwal diperiksa, kemudian makanannya bagaimana, jadi kalau dulu Pemprov punya Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng, kita punya Sambung Simbok Sambang Bocah,” ungkapnya.

Mbak Iin melanjutkan bahwa program ini akan menjadi proyek percontohan, mengingat Semarang sebagai ibu kota provinsi harus menjadi barometer, utamanya dalam menekan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) serta stunting. “Kita akan menyiapkan sistem agar AKI dan AKB rendah, serta stunting rendah. Kami itu kan jadi mitranya Unicef, kenapa saya pakai ini karena kita sudah dua tahun jadi mitranya Unicef dan kita terbaik se-Indonesia untuk menjalankan program ini,” bebernya.

Terkait hadirnya komunitas penyandang disabilitas dalam deklarasi relawan Sahabat Mbak Iin, ia mengaku hal itu wajar karena selama dirinya menjadi wakil rakyat dari dapil Jateng I (Kota Semarang) juga konsen menangani persoalan yang dialami oleh kalangan difabel.

“Selama menjadi anggota DPRD Jawa Tengah ini saya juga intens dengan teman-teman difabel. Mereka adalah salah satu kelompok rentan yang harus kita lindungi,” ucapnya.

Selain isu perempuan, anak dan difabel, ia juga menyoroti infrastruktur Semarang yang mudah tergenang air atau kebanjiran saat musim hujan. Ia juga menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat untuk membangun Kota Semarang.

“Kota ini sangat majemuk dan urban. Meski UMK Semarang tertinggi di Jateng, masih banyak masyarakat yang belum sejahtera. Kita harus mendorong masyarakat agar mandiri, terutama dalam ekonomi,” paparnya.

“Kemandirian ekonomi berarti mendorong wirausaha dan penciptaan lapangan kerja karena nantinya Semarang akan menjadi kota metropolitan. Saya berharap masyarakat Semarang tetap religius dalam kemajemukan,” pungkasnya. (*)

Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat.

Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps