JAKARTA, Lingkar.co – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mendorong peningkatan budaya pelindungan data pribadi, agar terhindar dari penipuan online.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Semuel A. Pangerapan, mendorong masyarakat waspada penipuan online dengan membiasakan diri melindungi data pribadi.
Menurut Semuel, pembudayaan itu bisa berlangsung dalam level organisasi atau individual.
“Untuk organisasi perlu membuat standart operational procedure yang ketat. Meski kadang merepotkan hal itu perlu dilakukan,” ujarnya, dalam siaran pers, dikutip Sabtu (21/8/2021).
Selain itu, kata Semuel, menyiapkan teknologi dan pengamanan data. Memperkuat sumberdaya manusia dalam organisasi agar bisa menerapkan budaya data privacy.
Dia juga mengatakan, setiap orang yang kerap memanfaatkan ruang digital juga perlu memahami dan menerapkan budaya data privacy.
“Kita harus membuat password akun yang benar-benar tidak mudah ditebak. Kemudian sering-sering mengganti password, serta selalu melakukan update,” jelasnya.
“Karena update software itu ada dua biasanya untuk meningkatkan fitur-fiturnya tapi juga untuk menutup lubang (keamanan) yang bisa menjadi peluang masuknya para penjahat untuk mengambil data,” paparnya.
Semuel mengaku, untuk pembudayaan berkaitan dengan data privacy bukan hal yang mudah.
Karenanya, kata dia, pada sektor keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia dan Kementerian Kominfo terus melakukan sosialisasi dan edukasi.
“Sosialisasi atau edukasi tanggung jawab kita semua, kalau bicara tentang keuangan. Agar masyarakat lebih paham bagaimana melindungi data pribadinya,” jelasnya.
Semuel mengatakan, dalam hal penggunaan password, agar tidak sekadar menggunakan tanggal lahir atau tidak over ekspose, misalnya dengan mempublikasikan data pribadi pada media sosial.
Baca Juga:
Covid Rangers Komitmen Sukseskan “Gedor Lakon”
202,6 JUTA PENGGUNA INTERNET DI INDONESIA
Semuel mengatakan, ada beragam modus pelaku penipuan online, seperti phising, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering
“Kominfo meminta masyarakat untuk mewaspadai ragam modus penipuan online yang biasa terjadi di ruang digital, seperti phising, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering,” ujarnya.
Semuel menjelaskan penipuan online bisa berlangsung karena dinamika penggunaan ruang digital yang kian marak.
Menurutnya, aktivitas transaksi di ruang digital dapat menimbulkan seseorang melakukan tindak kejahatan berupa penipuan online.
Semuel mengingatkan, saat ini terdapat 202,6 juta pengguna internet di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, kata dia, yang aktif di sosial media ada 170 juta jiwa atau 87 persen menggunakan aplikasi jejaring pesan Whatsapp.
Kemudian, ujar Semuel, 85 persen mengakses Instagram dan Facebook, dengan rerata penggunaan 8 jam 52 menit sehari.
“Jadi, ini melebihi batas waktu masyarakat kita berkomunikasi di ruang digital sehingga dapat memicu seseorang melakukan tindak kejahatan penipuan dengan memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan,” pungkasnya.*
Penulis : M. Rain Daling
Editor : M. Rain Daling