Waspada! Ini 5 Modus Penipuan Online

Ilustrasi - Masyarakat diminta mewaspadai ragam modus penipuan online yang biasa terjadi di ruang digital. FOTO: Shutterstock/Lingkar.co)
Ilustrasi - Masyarakat diminta mewaspadai ragam modus penipuan online yang biasa terjadi di ruang digital. FOTO: Shutterstock/Lingkar.co)

JAKARTA, Lingkar.co – Kementerian Komunikasi dan Informatika berupaya menjaga ruang digital tetap kondusif terutama dalam sektor keuangan.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan, mendorong masyarakat waspada dengan mengenali modus pelaku penipuan online serta membiasakan diri melindungi data pribadi.

“Kominfo meminta masyarakat untuk mewaspadai ragam modus penipuan online yang biasa terjadi di ruang digital, seperti phising, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering,” ujarnya, dalam siaran pers, terkutip Sabtu (21/8/2021).

Baca Juga:
Covid Rangers Komitmen Sukseskan “Gedor Lakon”

MODUS PERTAMA

Semuel menjelaskan, modus pertama, penipuan berupa “phising” (kejahatan melalui dunia maya untuk mencuri akun korban).

Biasanya kata dia, modus ini oleh oknum yang mengaku dari lembaga resmi dengan menggunakan telepon, email atau pesan teks.

“Seolah-olah dari lembaga resminya, namun sebetulnya mereka ingin menggali supaya kita memberikan data-data pribadi kita,” ucapnya.

Melalui data-data pribadi tersebut, kata Semuel, kembali pelaku gunakan untuk kejahatan berikutnya.

“Mereka menanyakan data-data sensitif untuk mengakses akun penting yang mengakibatkan pencurian identitas hingga kerugian,” paparnya.

Apabila mengalami hal tersebut, Semuel meminta masyarakat teliti membaca dengan benar, dan melihat secara seksama isi dari SMS maupun email, apakah benar pengirimnya berasal dari institusi asli.

MODUS KEDUA

Modus kedua, adalah “phraming handphone”, yakni penipuan dengan modus mengarahkan mangsanya kepada situs web palsu.

Semuel mengatakan, modus tersebut dengan “entri domain name system” yang di tekan/di-click korban akan tersimpan dalam bentuk “cache”.

“Sehingga dapat memudahkan pelaku untuk mengakses perangkat pelaku secara ilegal,” ucapnya.

Semuel mencontohkan, pembuatan domain seolah-olah mirip dengan asal institusi dari yang aslinya.

“Pelaku akan menaruh atau memasang malware supaya nantinya bisa mengksesnya secara ilegal,” jelasnya.

“Kasus seperti ini banyak terjadi umpamanya ada yang whatsapp-nya di sadap karena ponsel sudah dipasangkan malware oleh pelaku sehingga data-data pribadinya dicuri,” sambungnya.

MODUS KETIGA

Modus ketiga, adalah “sniffing”. Dengan modus ini, oknum pelaku akan meretas untuk mengumpulkan informasi secara ilegal lewat jaringan yang ada pada perangkat korbannya, dan mengakses aplikasi yang menyimpan data penting pengguna.

Modus ini kata Semuel, paling banyak terjadi saat menggunakan/mengakses wifi umum yang ada di publik, apalagi penggunannya untuk bertransaksi.

“Ini bahaya, karena sniffing itu kan biasanya terjadi pada jaringan yang umum di akses publik, di situlah pelaku memanfatkannya,” tuturnya.

MODUS KEEMPAT

Modus keempat, yakni “money mule”. Semuel menjelaskan, penipuan jenis ini misalnya ada oknum yang meminta korbannya untuk menerima sejumlah uang ke rekening untuk nantinya minta transfer ke rekening orang lain.

“Kalau di luar negeri mereka berani kliring cek, kita dapat cek tapi begitu kita periksa ternyata cek itu bodong. Begitu kita masukkan, kan kalau di sana prosesnya masuk itu muncul dulu di rekening kita. kalau ternyata tidak clearing, di potong. Lalu, jika sudah mengunakan harus mengembalikan,” jelasnya.

Sementara di Indonesia, lanjut Semuel, biasanya pelaku akan meminta calon korban untuk pembayaran pajaknya dikirim terlebih dahulu.

“Money mule ini biasanya ditanyakan pelaku dengan calon korban, maukah dapat hadiah atau pajaknya dikirim dulu. Jadi, sekarang itu masyarakat perlu berhati-hati karena money mule ini digunakan untuk money laundry atau pencucian uang. Kamu akan saya kirim uang, tapi harus transfer balik ke rekening ini. Jadi, ini juga marak dan perlu kita waaspadai,” tegasnya.

MODUS KELIMA

Semuel menyebutkan modus kelima, yaitu “social engineering”. Ia menegaskan, perlu kewaspadaan dengan modus ini agar tidak terjadi penipuan online.

“Jadi social engineering ini, pelaku memanipulasi psikologis korban hingga tidak sadar memberikan informasi penting dan sensitif yang kita miliki,” ucapnya.

“Pelaku mengambil kode OTP atau password karena sudah memahami behavior targetnya,” lanjutnya.

Dengan kata lain, ujar Semuel, masyarakat seringkali tidak sadar seringkali membagikan data-data yang seharusnya perlu dijaga.*

Penulis : M. Rain Daling

Editor : M. Rain Daling