Lingkar.co – Pengurus Cabang (PC) Ikatan Alumni (Ika) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Demak menggelar kegiatan Workshop Kader Penggerak Intelektual Muslim di hotel Amantis, Minggu (10/11/2024).
Kegiatan yang dilaksanakan pada momentum peringatan Hari Pahlawan tahun 2024, para aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU) ini mengusung tema workshop ‘Membangun Peradaban Searah Cita-cita Pendiri NKRI’.
Ketua Umum PC Ika PMII Kabupaten Demak, Hasan Hamid, S.Ag, MM dalam sambutan mengatakan, bangsa Indonesia berjuang dalam pertempuran Surabaya pada tanggal 10 Nopember 1945 untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru berumur 2,5 bulan.
Perjuangan tersebut, kata dia, tidak lepas dari adanya seruan berjihad dari Rois Akbar PBNU, KH Hasyim Asy’ari yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional.
“Pertempuran 10 Nopember tak lepas dari resolusi jihad yang dikumandangkan KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) sehingga mengundang kedatangan para ulama dan santri di Jawa dan Madura untuk datang ke Surabaya guna mengadakan pertempuran melawan tentara Sekutu,” katanya.
Karena kegigihan dan persatuan dalam pertempuran itu, Sekutu mpada akhirnya menyadari bahwa Indonesia tidak bisa diangggap enteng. “Rakyat Indonesia menunjukkan jiwa patriotisme yang pantang menyerah dan inilah nilai-nilai kepahlawanan yang harus kita teladani dan teruskan dalam rangka membangun Indonesia ke depan agar lebih baik,” tandasnya.
Sedangkan narasumber workshop, Dr. M Kholidul Adib menegaskan bahwa salah satu wujud komitmen kader PMII sebagai generasi muda untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan adalah harus menginternalisasi nilai-nilai juang kepahlawanan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks perpolitikan saat ini, kata Adib, nilai perjuangan para pahlawan itu bisa berwujud jihad melawan money politics dan korupsi.
“Money politics dan korupsi adalah dua musuh bangsa ini yang saat ini semakin menggerogoti tujuan nasional bangsa kita yaitu Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur,” ujarnya.
Kedua masalah itu, lanjutnya, menjadi meggurita apalagi saat gelaran pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah yang hampir tidak bisa lepas dari budaya money politics dan dampaknya adalah angka korupsi yang semakin tinggi.
Menurut Adib, sistem politik liberal (proporsional terbuka dalam pemilu legislatif dan pemilihan presiden langsung dan pemilihan kepala daerah langsung) telah menyebabkan money politics menjamur. Hal itu mengakibatkan budaya Politik Transaksional tidak bisa dibendung.
Antara politisi dan masyarakat pemilih pun seolah sudah seperti pembeli dan penjual, sehingga terjadi transaksi jual beli suara.
“Biaya politik kita sudah sangat mahal. Hasil wawancara saya dengan sejumlah caleg saat pemilu legislatif tahun 2024 yang lalu, rata-rata caleg RI yang jadi habis antara 10 – 30 M. Caleg jadi provinsi antara 3-10 M. Caleg jadi kab/kota antara 1-3 M,” ungkapnya.
“Ada memang caleg jadi yang habis uang di bawah rata-rata angka tersebut tapi jumlahnya sangat kecil,” ucapnya.
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps