Lingkar.co – Dinas Kesehatan Kota Semarang mencatat, pada Januari hingga Februari 2023, sebanyak 148 anak di kota Semarang mengalami obesitas.
Sedangkan sepanjang tahun 2022, tercatat 3.259. Data tersebut meningkat dari tahun 2021 yang mencapai 1.120 anak obesitas.
Menurut Kepala Dinkes Kota Semarang, Muhammad Abdul Hakam, kasus ini menjadi perhatian serius.
Kendati demikian, Hakam menyebut banyaknya data dari 2021 ke 2022 belum tentu menunjukkan adanya kenaikan. Sebab bertambahnya jumlah seiring dengan skrining yang dilakukan petugas semakin banyak.
“Skrining tiap minggu dapatnya pasti tambah banyak. Skrining itu tidak mudah. Paling mudah di sekolah. Klo di kampung tidak semudah itu. Universitas, kantor-kantor sudah mulai kami melakukan pemeriksaan berat badan, tinggi badan, gula darah,” tutur Hakam, Kamis (2/3/2023).
Hakam menjelaskan, seseorang bisa dianggap obesitas jika indeks massa tubuh (IMT) atau body mass index (BMI) berada di atas angka normal. IMT terbilang normal jika berada pada angka 18,3 hingga 23. Jika BMT seseorang di atas 23 sudah tergolong obesitas.
“Jadi kategorinya normal, berat badan berlebih, obesitas. Ke bawah, ada normal, under weight, gizi buruk,” ungkapnya.
Lanjutnya, Dinkes aktif menyasar ke kegiatan posyandu untuk mengetahui kondisi kesehatan masyarakat. Ada posyandu balita, remaja, dan lansia. Bahkan, saat ini dikemas bernama posyandu keluarga dengan cara jemput bola atau door to door untuk pengecekan kesehatan.
“Tapi memang capaiannya tidak banyak kalau door to door,” sambungnya.
Hakam menekankan masyarakat agar memperhatikan gizi seimbang untuk anak-anaknya. Pemilihan makanan harus sesuai dengan program Isi Piringku yakni sepertiga nasi, sepertiga lauk, fan sepertiga sayur dan buah-buahan. Selain gizi seimbang, aktivitas fisik perlu dilakukan minimal 30 menit berjalan.
“Tidak boleh sedentary atau mager. Itu faktor risiko menjadikan obesitas,” tambahnya.
Gizi seimbang dan aktivitas fisik, kata Hakam, berlaku baik untuk orang dewasa maupun anak-anak. Masyarakat bisa berkonsultasi dengan nutrisionist atau ahli gizi Dinkes di masing-masing puskesmas.
“Anak setahun dua tahun sudah mulai aktif. Biarkan saja mereka aktif mbrangkang kesana kesini. Jangan banyak digendong, justru obesistasnya tidak bisa turun,” ujarnya. (*)
Penulis: Alan Henri
Editor: Ahmad Rifqi Hidayat