Bisnis Bibit Pertanian Dorong Dinamika Ekonomi Desa

Usaha pembibitan Dusun Kauman, Desa Kaloran, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. ( ANTARA/LINGKAR.CO)
Usaha pembibitan Dusun Kauman, Desa Kaloran, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. ( ANTARA/LINGKAR.CO)

TEMANGGUNG, Lingkar.co – Ketua Yayasan Odesa Indonesia Cabang Temanggung Andy Yoes Nugroho mengatakan, bisnis bibit pertanian mendorong dinamika ekonomi desa dan bisa menjadi lokomotif kebangkitan usaha kaum muda.

Andy menjelaskan, usaha pembibitan akan menciptakan produksi ekonomi sekaligus mata rantai pasar finansial.

“Bisa dilihat langsung dari kegiatan Kelompok Pertanian Kebunkoe di Dusun Kauman, Desa Kaloran, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung,”ujarnya.

Ia mengatakan peluang usaha di bidang pertanian butuh keberanian melakukan uji coba dengan praktik.

“Sebelumnya di Kecamatan Kaloran tidak terbayang bisnis bibit bisa masif karena kecamatan ini banyak diasumsikan ekonomi petaninya lemah dan para pemudanya jarang yang peduli usaha tani. Setelah kami mendorong pimpinan pondok pesantren agar santri mengambil peran dalam gerakan pembibitan, nyatanya cepat sekali perkembangannya,” paparnya.

Ia menyampaikan peran pemimpin kultural seperti kiai sangat strategis karena gagasan mereka didengar pengikutnya. Tingkat loyalitas yang tinggi memudahkan mesin kerja kolektif efektif. Karena Odesa Indonesia memiliki gagasan peningkatan ekonomi, maka gerakan pertanian dimulai dari cara pandang bisnis.

“Karena kita punya gagasan besar untuk perbaikan kehidupan, wirausaha yang dijalankan juga harus menyertakan target gizi dengan tanaman buah-buahan, termasuk juga tanaman herbal. Dengan demikian manfaat besar dari gerakan ini meluas ke urusan bisnis yang berkelanjutan dan berkontribusi memperbaiki lingkungan. Bahkan kami juga menyertakan gerakan literasi botani agar petani muda lebih cerdas,” bebernya.

Manajer Kelompok Pertanian Kebunkoe Miftahul Huda mengatakan usaha bisnis bibit ini terbilang cepat bahkan melampaui target karena suplai bibit yang diproduksi sendiri cepat habis sehingga kemudian muncul model bisnis kerja sama dengan daerah lain, terutama dari Purworejo untuk memasok bibit.

“Bibit-bibit tanaman laris semua. Alpukat, durian, jahe merah, sirsak, manggis, kelengkeng hingga kelornya pun cepat habis. Dalam satu bulan rata-rata penjualan mencapai Rp20 juta. Dengan keuntungan rata-rata 20 persen lumayanlah buat operasional. Artinya kita punya peluang sepanjang musim hujan senilai Rp120 juta dari hasil penjualan di tahun pertama,”ungkapnya.

Huda menambahkan, dirinya bersama belasan petani muda alumni Pesantren Ridho Allah Kaloran tengah fokus pada usaha perluasan pembibitan, terutama tanaman herbal kelor (Moringa Oleifera).

Menurutnya kelor memiliki manfaat bagus buat gizi dan bisnis sekaligus. Bulan Januari 2021 ini pihaknya akan membibitkan 5.000 pohon. Separohnya akan ditanam sendiri dan dijadikan penghasil daun kering dan sisanya akan dijual ke masyarakat.

“Saya optimis kelor karena sudah lebih dua tahun mengelola bisnis kelor di Bandung. Jadi tidak ada keraguan dalam bisnis daun kelor. Target pengembangan kelor adalah memberi manfaat pada gizi, kesehatan dan juga membuka lapangan ekonomi baru,” katanya. (ara/aji)

Baca Juga:
BPNT Dinilai Jadi Celah Penyimpangan