Mata Uang Kripto Untuk Jual Beli, Apa Hukumnya ?

Ilustrasi mata uang kripto,Istimewa/Lingkar.co
Ilustrasi mata uang kripto,Istimewa/Lingkar.co

JAKARTA, Lingkar.co – Baru-baru ini sebagian masyarakat Indonesia menggunakan mata uang cryptocurrency atau mata uang virtual sebagai alat jual beli online. Mata uang ini mulai populer tidak hanya di Indonesia, juga di luar negeri. Namun seperti apa pandangan hukum atau keabsahan tentang mata uang cryptocurrency ini.

Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengharamkan penggunaan kripto atau cryptocurrency sebagai mata uang dan tidak sah diperdagangkan.

Baca Juga : El Savador, Negara Pertama Sahkan Bitcoin Alat Pembayaran Sah

Hasil tersebut diumumkan oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Soleh, dalam konferensi pers secara daring, Kamis (11/11/2021), Miam Soleh mengatakan terdapat tiga diktum hukum yang menerangkan bahwa kripto haram sebagai mata uang.

Haramnya cryptocurrency karena mengandung gharar dan dharar atau ketidak pastian dalam melakukan transaksi yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015.

Cryptocurrency sebagai komoditi atau aset digital juga tidak sah untuk melakukan jual beli. Dan tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, dan bisa diserahkan ke pembeli,” kata Niam.

Jika Memenuhi Syarat Sebagai Sil’ah dan Underlying Maka Sah

Namun untuk jenis kripto sebagai komoditi atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas, sah untuk jual beli.

Hingga saat ini pemerintah Indonesia juga tidak mengakui kripto untuk menjadi alat bayar sebagai alternatif penggunaan rupiah.

Namun, perdagangan kripto diregulasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan dalam Peraturan Bappebti Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka.

Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI dilakukan di Jakarta selama tiga hari dengan membahas 17 masalah yang terbagi dalam tiga kelompok.

Selain mengatur hukum kripto, beberapa hal yang jadi pembahasan dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI antara lain kriteria penodaan agama, mengenai jihad dan khilafah, tinjauan pajak, bea cukai dan retribusi.

Selain itu juga mengenai pemilu dan pilkada, distribusi lahan untuk pemerataan dan kesejahteraan, hukum cryptocurrency, hukum akad pernikahan online, dan hukum pinjaman online.

Penulis : Rezanda Akbar D.
Editor : Rezanda Akbar D.