SEMARANG, Lingkar.co– Hukuman kebiri bagi predator pemerkosa anak akan segera bisa diterapkan. Menyusul, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menandatagani peraturan pemerintah nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
Penandatanganan Peraturan Pemerintah nomor 70 Tahun 2020 oleh Presiden Jokowi dilaksanakan pada 7 Desember 2020. Pada tanggal itu berbarengan dengan berlakukan peraturan tersebut.
Dalam peraturan tersebut, Pasal 1 ayat 2 dalam regulasi itu menyebutkan, tindakan kebiri kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain kepada pelaku yang pernah dipidana karena praktik kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, sehingga menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi.
Kemudian, pada Pasal 5 dalam PP tersebut menerangkan bahwa tindakan kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu maksimal dua tahun.
Sementara Pasal 6 disebutkan bahwa tindakan kebiri kimia ditempuh melalui tiga tahapan yaitu penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan.
Regulasi tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak tersebut, ditandatangani dan ditetapkan Jokowi pada 7 Desember 2020.
Sebelumnya dari informasi yang dihimpun Lingkar.co menyebutkan, pada 2019 lalu, putusan hukuman kebiri kimia pernah dijatuhkan Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto kepada pelaku pemerkosaan anak, Aris.
Namun, hukuman kebiri tersebut belum bisa dieksekusi. Karena belum adanya petunjuk teknis. Sementara Ikatan Dokter Indonesia menyebut praktek itu melanggar sumpah dokter.
“Masalah hukuman tambahan yaitu kebiri yang rasanya buat kami dari IDI karena kita bekerja dalam koridor etik, sumpah, itu yang tidak memungkinkan,” kata Ketua Majelis Pengembangan Profesi Kedokteran IDI, Pudjo Hartono dikutip BBC.com.(lut)
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps
Respon (2)