Lingkar.co – Para mursyid atau mursyidin (istilah tertinggi untuk guru spiritual tasawuf) dari berbagai aliran tarekat merasa prihatin dengan perjalanan para pelaku tasawuf di era ini. Mereka menyoroti pentingnya mengembalikan misi keumatan mursyid, memelihara zikir dan fikir umat, serta menjaga nilai-nilai kesufian dalam kehidupan sehari-hari.
Hal itu ditengarai dengan adanya berbagai pihak yang mengaku sebagai mursyid thoriqoh, namun kedalaman ilmu dan perilakunya tidak menunjukkan tanda-tanda seseorang yang telah mencapai level mursyid. Fenomena sosial tersebut juga didukung dengan pemanfaatan media sosial yang begitu masif sehingga mendongkrak popularitas sebagai seorang tokoh sufi. Mereka lantas mendapatkan panggung politik atas pencitraan tersebut.
Untuk itu Forum Mursyidin Indonesia (FMI) mengadakan rapat penting di Pondok Pesantren Darul Ma’wa (dulu Ponpes Futuhiyyah kompleks Ndalem KH Ahmad Muthohar bin Abdurrahman,-red) Mranggen Demak, Jawa Tengah, Sabtu (30/8/2025). Selain para mursyid, forum juga dihadiri oleh Khalifah (wakil mursyid), Badal (pengganti mursyid) dan utusan dari berbagai daerah di Indonesia
Para ahli tasawuf yang juga anggota Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyah (Jatman, sebuah organisasi tarekat badan otonom Nahdlatul Ulama) melakukan sejumlah pembahasan mendalam mengenai keorganisasian tarekat, peran mursyid, dan kode etik dalam bimbingan spiritual.
Nampak hadir tokoh sufi kenamaan dari berbagai daerah, antara lain KH. Abdurrohim Kalimantan Barat, KH. Anis Buntet Cirebon Jawa Barat, KH. Barqul Abid dari Madiun Jawa Timur, KH. Fathurrohman Thoyib dari Pati, KH. Hizbulloh dari Boyolali dan lain sebagainya.
Syekh. Prof. Dr. Abdul Hadi Muthohhar selaku tuan rumah sekaligus pemimpin rapat menuturkan bahwa keberadaan mursyid sebagai mata rantai yang menghubungkan murid dengan Nabi Muhammad SAW melalui tarekat. “Sebagai penerus ajaran Nabi, mursyid memiliki tanggung jawab besar dalam membimbing umat ke jalan yang benar, sesuai dengan syariat dan tujuan spiritual yang hakiki,” ujarnya.
Dalam rapat tersebut, ia juga menekankan pentingnya menjaga etika dan adab mursyid dengan menekankan bahwa seorang mursyid harus memiliki sifat-sifat seperti tulus, amanah, sabar, dan penuh rahmat, yang kesemuanya merujuk pada contoh perilaku Rasulullah SAW.
“Mursyid tidak hanya membimbing secara lahiriah, tetapi juga membimbing secara batiniah agar murid dapat mencapai tujuan spiritual yang sebenarnya,” pesannya.
Dalam diskusi tentang organisasi, FMI membahas beberapa poin penting, diantaranya adalah upaya meremajakan kepengurusan Jatman dan mengembalikannya ke khittah yang sesuai dengan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga Jatman (PD-PRT) Jatman, serta menjawab tantangan yang muncul dalam dinamika organisasi tarekat.
Syekh Abdul Hadi melanjutkan FMI juga menekankan pentingnya kesamaan tekad dalam menjaga kesucian ajaran tarekat dan menghindari praktik-praktik yang menyimpang dari jalur yang benar.
FMI juga prihatin dengan kondisi negara yang akhir-akhir ini terjadi banyak demo dan perusakan di berbagai tempat. Hal itu disebabkan oleh perilaku Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kurang memahami kondisi masyarakat, “FMI berharap pemimpin negara dapat menjadi teladan yang baik bagi rakyat dan berdoa semoga kondisi negara cepat kondusif,” harapnya.
“Kesimpulan dari rapat ini adalah komitmen bersama untuk menjaga kesucian tarekat dan memperkuat peran mursyid dalam membimbing umat menuju kesejahteraan rohani dan duniawi,” tandasnya.
“Dengan semangat kebersamaan, FMI bertekad untuk terus memperjuangkan misi-misi keumatan yang telah diamanatkan oleh para pendahulu,” imbuhnya.
Rapat terbatas FMI diakhiri dengan doa bersama agar Allah memberikan kemudahan dalam melaksanakan amanah dan menjaga kesinambungan ajaran sufi di Indonesia. (*)
Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat