Lingkar.co – Jaringan Masyarakat Peduli Sungai Juwana (Jampisawan) menyebut tanah gerak yang menyebabkan puluhan bangunan di Desa Purworejo, Kecamatan/ Kabupaten Pati rusak salah satunya akibat dari pembangunan Bendung Karet di Desa Bungasrejo, Kecamatan Jakenan, Pati.
Juru bicara Jampisawan, Ari Subekti menjelaskan, setelah adanya pembangunan Bendung Karet penggunaan air Sungai Juwana menjadi tidak teratur. Hal ini, menurutnya yang menyebabkan Sungai Juwana mengering dan memicu terjadinya rekahan tanah.
“Kami melihat pengambilan air Sungai Juwana sampai sebegitu parahnya surutnya. Ini mempengaruhi tekanan air yang seharusnya menahan dinding sungai. Karena air habis akan menyebabkan longsor,” jelasnya, Selasa (10/9/2024).
Pihaknya juga mempertanyakan studi kelayakan proyek Bendung Karet, sehingga menyebabkan peristiwa tanah gerak di bantaran Sungai Juwana.
“Seharusnya ada hitung-hitungan yang jelas bagaimana faktor-faktor itu bisa meminimalisir,” ujarnya.
Ia menyebut proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang jelas.
“Saya pernah tanya kepada supervisi proyek ini tidak ada AMDAL-nya, AMDAL-nya sekalian normalisasi sungai, itu tidak tepat juga menurut kami. Proyek sebesar ini dengan menelan uang negara Rp 260 miliar itu, seharusnya benar-benar melalui studi kelayakan yang sangat intens,” tegasnya.
Ari juga mengatakan bahwa Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) tak pernah memberikan sosialisasi terkait berapa debit air yang ada di Sungai Juwana. Utamanya yang bisa digunakan untuk mengaliri persawahan.
“Selama ini BBWS tidak pernah mensosialisasikan Bendung Karet ini. Sehingga musim tanam ini petani baik di kiri dan kanan sungai Juwana semuanya melakukan penanaman menyedot air Sungai Juwana ini untuk persawahan mereka,” ungkapnya.
Hal ini, katanya, mengakibatkan Sungai Juwana mengering. Dan ini menurutnya peristiwa yang langka.
“Di bawah jembatan Ngantru (Mustokoharjo Pati) ke Barat sampai kering. Seharusnya BBWS menjelaskan kebutuhan air sekian, untuk sekian hektar, sehingga petani yang akan petani bisa mengira-ngira. Tapi tidak ada penjelasan,” sebutnya.
Di sisi lain, pihaknya menyoroti pendirian bangunan di bantaran Sungai Juwana. Menurutnya, secara regulasi itu melanggar aturan.
“Garis sempadan sungai sudah ada Perda. Itu seharusnya benar-benar diterapkan. Jangan sampai dengan alasan apapun akhirnya dilegalkan untuk membuat bangunan. Termasuk kantor BBWS pun berada di garis sempadan sungai itu sendiri,” pungkasnya. (*)
Penulis: Miftahus Salam
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps