Pusat Wisata Religi Pati, Desa Kajen Simpan Benda Peninggalan Tokoh Besar Tempo Dulu

SEJARAH: Santri Kajen saat menunjukkan sejumlah ornamen di masjid Kajen baru-baru ini.(MIFTAHUS SALAM/LINGKAR.CO)
SEJARAH: Santri Kajen saat menunjukkan sejumlah ornamen di masjid Kajen baru-baru ini.(MIFTAHUS SALAM/LINGKAR.CO)

Mengunjungi Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati (1)

PATI, Lingkar.co – Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati dikenal sebagai kampung santri dan pusat wisata religi. Namun, tak kalah istimewa, desa di sebelah utara Kota Pati itu menyimpan banyak sekali situs-situs sejarah dan budaya peninggalan tokoh-tokoh besar tempo dulu.

Muhammad Zuli Rizal, penggagas Jelajah Pusaka Kajen mengungkapkan, situs-situs peninggalan tokoh-tokoh besar di Kajen selayaknya perlu untuk dikenal dan dilestarikan. Supaya generasi muda tidak tercerabut dari akar budaya bangsa.

“Sehingga menjadi bekal anak cucu nanti untuk menjadi karakter bangsa. Dan untuk memperkenalkan agar muncul kebanggan, bahwa inilah saya dan inilah budaya saya,” tegasnya.

Ia menyebutkan sejumlah situs yang ada di Kajen. Pertama komplek Masjid Kajen. Di dalamnya terdapat mimbar, dairoh dan terdapat sejumlah ornamen simbolik. Seperti kuntul nucuk mbulan, naga ajisaka, gajah trisula, gajah trisula, sulur bunga mekar, sing pendetky, pohon rakit, papan bersurat dan dairoh langit-langit.

“Bahkan terdapat tulisan Pegon yang usianya sudah 300 tahun, itu sekitar 1600 akhir 1700an awal,” paparnya.

Menurutnya, paling utama adalah kompleks makam Mbah Muttamakin, atau orang sekitar lebih mengenalnya dengan nama sarean. Di musallanya juga terdapat pasujudan yang diberi tanda dengan keramik warna hitam.

Selanjutnya, di samping sarean ada kolam. Kolam tersebut terdapat legenda yang di sering diceritakan oleh masyarakat. Namun, menurutnya, ada yang bilang kolam tersebut tidak masuk dalam kategori situs.

“Tapi di belakang itu juga ada namanya sawo. Sawo itu punya sejarah, namun saat ini sudah tumbang. Ada sawo dua, kalau itu orang dulu bilang mencirikan ada pengikut-pengikutnya Diponegoro. Sawo itu dari sawwu suhufakum, artinya rapatkan barisanmu,” ujarnya.

Selain itu, juga terdapat kawasan Makam Kanjengan. Di kawasan makam tersebut terdapat makam Bupati Juwana yang ketiga. “Itu di sebelah kompleks Sarean itu sebelah baratnya,” ungkapnya.

Di luar Desa Kajen juga ada situs yang masih berhubungan. Misalnya di Desa Bulumanis, terdapat sumur peninggalan Mbah Muttamakin. Ada juga sumber mata air di Desa Cibolek.

“Di salah satu pondok pesantren ada Sendang Urawan. Jadi di situ sumur yang menisbatkan nama dari Demang yang menjemput Mbah Muttamakin ke Surakarta dulu,” imbuhnya.

Ada juga kawasan sawah Jero. Menurut Zuli di kawasan tersebut ada bangunan kuno pada zaman pergerakan kemerdekaan. “Di sini kan selalu diawasi gerak geriknya, karena kiyai itu bisa menggerakkan para santrinya. Jadi disitu banyak bangunan kuno ala kolonial,” katanya.

Bahkan di lingkungan madrasah salafiyah, lanjutnya, terdapat makam panglima keraton Demak. Yakni bernama Mbah Utoh. Ada juga makamnya Mbah Utoh. Mbah utoh itu sejarah yang berkembang itu adalah panglimanya keraton Demak.

Sungai yang membentang di Kajen, lanjutnya pun punya nama dan sejarahnya. Menurutnya orang dulu mengenal dengan nama Kali Bulusan. Namun, kalau sampai di Desa Cibolek namanya Sungai Bangau. Sayangnya, nama-nama tersebut mulai hilang.

“Beberapa riset kita menemukan itu adalah ali sodetan untuk irigasi untuk mengairi persawahan di Bulumanis,” ungkapnya.

Saat ini menurutnya yang terpenting dijaga itu masjid. Selalu dilindungi dan dijaga keasliannya. Selain situs, di Kajen juga banyak peninggalan benda-benda bersejarah. Seperti halnya manuskrip, contohnya serat cibolek. Juga ada terompet yang dulu dipakai untuk adzan. Ada juga keris.

“Karena putra mahkotanya dari Keraton Pajang. Cicitnya Joko Tingkir itu adalah Mbah Muttamakin ini. Selain itu, Mbah itu kan terkenal dengan kewaliyannya. Wali yang khos dalam bidang keilmuan,” jelasnya.(lam/lut)