SMRC: Pemilih Kritis PDIP Menurun, Golkar Cenderung Menguat

Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, saat memaparkan hasil survei elektabilitas parpol di kelompok pemilih kritis, Selasa (25/4/2023). FOTO: Tangkap layar Youtube
Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, saat memaparkan hasil survei elektabilitas parpol di kelompok pemilih kritis, Selasa (25/4/2023). FOTO: Tangkap layar Youtube

Lingkar.co – Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei pemilih kritis partai politik (parpol). Hasilnya, PDIP menurun, Golkar menguat.

Meski mengalami tren penurunan pemilih kritis, PDIP masih menjadi parpol teratas, berdasarkan hasil survei SMRC periode 18-19 April 2023.

Hal tersebut dikatakan Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, dalam program bertajuk ”Tren Elektabilitas Partai Politik di Kelompok Pemilih Kritis” disiarkan kanal YouTube SMRC TV, Selasa (25/4/2023),

Ia mengatakan, bahwa bila Pemilu dilaksanakan saat survei dilakukan (18-19 April 2023), PDIP mendapat dukungan terbesar pada kelompok pemilih kritis, 16,1 persen.

Lalu, disusul Gerindra 11,7 persen, Golkar 8,7 persen, PKB 6,1 persen, Demokrat 5,1 persen, Nasdem 4,9 persen, PKS 4,4 persen.

Sedangkan, parpol lainnya kata Deni, masih di bawah 4 persen. Namun, masih ada 31,2 persen warga belum menentukan pilihan.

“Partai-partai lain di bawah 4 persen, dan masih ada 31.2 persen warga belum menentukan pilihan,” ucapnya.

Deni menjelaskan, dalam tiga tahun terakhir atau periode April 2020-April 2023, dukungan pemilih kritis pada PDIP menurun dari 23,1 persen menjadi 16,1 persen.

Sebaliknya, kata dia, Golkar cenderung menguat dari 5,1 persen menjadi 8,7 persen pada periode yang sama.

“Partai-partai lain tidak banyak mengalami perubahan signifikan (perubahan di bawah 3 persen),” jelasnya.

Namun demikian, lanjut Deni, proporsi dukungan pada partai tidak banyak mengalami perubahan dibanding hasil Pemilu 2019.

Dalam survei ini, menurut Deni, partai-partai politik masih punya peluang untuk meningkatkan suara.

“Parpol masih berpeluang meningkatkan suara karena masih ada 31,2 persen pemilih kritis yang belum menentukan pilihan,” jelasnya.

Metode Survei

Deni juga menggarisbawahi bahwa pemilih kritis adalah kelompok pemilih yang penting.

Mereka pada umumnya, kata Deni, tidak mudah goyah dan dipengaruhi. Sebaliknya, malah potensial memengaruhi kelompok pemilih lain.

Pemilih yang memiliki telepon/cellphone merupakan indikasi kelompok pemilih kritis.

Mereka cenderung punya kesempatan lebih besar untuk mendapat informasi sosial-politik dibanding yang tidak punya telepon/cellphone, dan karena itu kritis dalam menilai berbagai persoalan.

“Jumlah pemilih kritis sekitar 80 persen dari total populasi pemilih, dan cenderung berada di lapisan lebih atas,” jelas Deni.

Target populasi survei ini adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon/cellphone, sekitar 80 persen dari total populasi nasional.

Pemilihan sampel dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD).

RDD adalah teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.

Dengan teknik RDD sampel sebanyak 831 responden dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening.

“Margin of error survei diperkirakan ±3,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, asumsi simple random sampling,” ucap Deni.

Dia mengatakan, wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih. 

“Survei terakhir dilakukan pada 18-19 April 2023,” pungkas Deni.***

Penulis: M. Rain Daling

Editor: M. Rain Daling