Urgensi Munaslub P2RPTI Juni 2025 di Blitar: Momentum Penyelamatan Industri Hasil Tembakau Nasional

Ilustrasi petani tembakau. Istimewa
Ilustrasi petani tembakau. Istimewa

Perlu Sinergisitas

Industri Hasil Tembakau (IHT) bukan sekadar bisnis—ia adalah jantung ekonomi kerakyatan yang menghidupi jutaan petani, buruh pabrik, dan UMKM. Namun, masa depannya tergantung pada kolaborasi nyata antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan P2RPTI (Perkumpulan Pabrik Rokok dan Petani Tembakau Indonesia). Tanpa sinergi, IHT akan terus terperangkap dalam dilema antara tekanan regulasi global dan tuntutan ekonomi lokal.

Pertama, Peran Pemerintah Pusat: Regulasi yang Adil & Perlindungan Pasar. Pemerintah Pusat memegang kendali atas cukai, perdagangan, dan kebijakan fiskal yang menentukan hidup-matinya IHT. Namun, kebijakan seringkali terlalu bias pada pendapatan negara, tanpa mempertimbangkan dampak sosial di daerah penghasil tembakau. Untuk itu, perlu: kebijakan cukai yang proporsional, tidak membunuh UMKM rokok tradisional. Perlindungan pasar domestik dari gempuran rokok impor dan produk alternatif (vape/HTP) yang tidak terkendali. Memperjuangkan kepentingan IHT di forum internasional (misalnya menolak kebijakan WHO/FCTC yang ekstrem).
P2RPTI harus aktif berdialog dengan Kementerian Keuangan, Perindustrian, dan Perdagangan, agar kebijakan tidak dibuat secara sepihak.

Kedua, Peran Pemerintah Daerah: Ekosistem Dukungan dari Hulu ke Hilir. Daerah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, dan Sumatera Utara adalah tulang punggung IHT. Pemerintah Daerah bisa menjadi jembatan antara petani, pabrik, dan kebijakan pusat dengan cara: mempermudah perizinan dan insentif bagi pabrik rokok yang menyerap tembakau lokal. Membangun infrastruktur pendukung, seperti pusat pengolahan tembakau modern untuk meningkatkan kualitas produksi petani. Mendorong pendidikan vokasi berbasis tembakau, agar ada regenerasi petani dan tenaga kerja terampil di industri ini. Contoh konkret: Pemprov Jatim bisa menggandeng P2RPTI untuk program “Desa Tembakau Mandiri”, di mana petani mendapat pendampingan teknologi dan akses pasar langsung ke pabrik.

Ketiga, Peran P2RPTI: Kekuatan Advokasi dan Inovasi. Sebagai representasi pelaku IHT, P2RPTI harus lebih dari sekadar forum diskusi—ia harus menjadi kekuatan politik-ekonomi yang: menyuarakan kepentingan petani dan pabrik kecil di hadapan pemerintah. Mendorong riset bersama universitas/BPPT untuk diversifikasi produk (misalnya tembakau untuk farmasi atau bioenergi). Membangun sistem pemasaran digital agar petani tidak tergantung tengkulak.

Jika Pemerintah Pusat, Daerah, dan P2RPTI bisa bersinergi, IHT tidak hanya akan bertahan—tapi juga bisa menjadi pilar ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan. Namun, jika ego sektoral dan kepentingan politik jangka pendek terus menguasai, maka nasib 6 juta pekerja IHT akan terancam. Munaslub P2RPTI 2025 di Blitar harus menjadi titik balik!

Penulis : Nur Syamsudin

Ketua Litbang DPP P2RPTI, Dosen Ekonomi Politik UIN Walisongo Semarang