Banyak Keluhan dari Pelaku Usaha Kuliner, Pembatasan Jam Malam pada PPKM Perlu Evaluasi

Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) melakukan sosialisasi penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) saat Operasi Yustisi di Pasar Nusukan, Solo. (KORAN LINGKAR JATENG/LINGKAR.CO)
Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) melakukan sosialisasi penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) saat Operasi Yustisi di Pasar Nusukan, Solo. (KORAN LINGKAR JATENG/LINGKAR.CO)

PATI, Lingkar.co – KEBIJAKAN Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan pembatasan jam operasional usaha pada malam hari membuat para pelaku usaha kelimpungan. Pasalnya, pemberlakuan aturan tersebut mengharuskan usahanya ditutup di jam-jam operasional.

Dari informasi yang dihimpun Lingkar.co, kebijakan itu diambil sebagai upaya pengendalian kenaikan kasus Covid-19, dalam rangka persiapan pelaksanaan vaksinasi yang sudah berlangsung sejak Rabu (13/1) lalu.

Meski demikian, pemerintah daerah diharapkan lebih bijak dalam menerjemahkan aturan tersebut, sehingga tidak terjadi gejolak di masyarakat.

Zaenudi, salah satu penjual warung makan lesehan di Pati mengungkapkan, tidak bisa berbuat banyak, karena sudah jadi kebijakan pemerintah kabupaten melalui surat edaran.

”Kalau warung lesehan seperti ini, kalau nggak malam jualanya kan nggak mungkin laku. Jam operasionalnya tidak dibatasi saja kita sudah kehilangan pembeli sejak pandemi Covid-19, lah ini malah ada pembatasan jam buka ,” ungkapnya.

Hampir semua pedagang mengeluhkan hal serupa. Mereka menyayangkan pemerintah daerah (pemda) setempat seolah kaku dengan kebijakan pusat.

Seharusnya kebijakan yang diambil harusnya tidak memberatkan rakyat kecil seperti itu. Sebab, sebagian besar pedagang mengandalkan usaha jualanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

”Kan kita hanya diminta untuk tutup dijam-jam operasional. Tapi tidak ada solusi, bagaimana dengan kebutuhan kami sehari-hari jika usaha kami harus tutup. Harusnya petugas operasinya bukan untuk meminta kami tutup, tapi lebih kepada penerapan protokol kesehatan (prokes) di warung-warung makan. Kan kita juga sudah menyesuaikan aturan, baik dari tempat duduk yang berjarak maupun fasilitas cuci tangan,” ujarnya.

Sementara itu di Kabupaten Karanganyar, Pemilik warung makan ABG Bumes Karanganyar, Handoko mengatakan, tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menjalankan kebijakan PPKM yang mewajibkan pembatasan terhadap jam operasional warung makan sampai pukul 19.00 WIB saja.

”Ya kami menuruti saja aturan dari pemerintah yang melakukan pembatasan jam operasional warung,” kata Handoko, saat dihubungi Lingkar Jateng kemarin.

Lanjutnya, dengan adanya kebijakan PPKM tersebut memaksa penurunan omset sangat signifikan terhadap warung makanya. Handoko mengaku, pasrah apabila ada perpanjangan kebijakan PPKM. Ia akan mencari solusi agar warung makannya tetap bisa bertahan.

”Saya manut saja (dengan adanya PPKM). Nanti kita cari solusinya seperti apa. Misalnya kita akan pasarkan secara online melalui Gofood. Kalau yang di Karanganyar Kota itu memang belum kami onlinekan orderannya.Nanti akan kita coba seperti apa,” kata Handoko.

Di sisi lain, Handoko enggan untuk melakukan pengurangan karyawan yang  bekerja di dua outlet ABG Bumes Karanganyar yang saat ini ia kelola. ”Kami berusaha jangan sampai merumahkan karyawan. Jumlah semua karyawan saya dari dua warung makan itu 74 orang,” kata Handoko yang tinggal di Jambangan, Mojogedang, Karanganyar tersebut. (dha/jok/one/aji)