Gerbang Tani Kritisi Penggunaan Dana Perkebunan Sawit untuk Subsidi Minyak Goreng

Ketua Umum Gerbang Tani Idham Arsyad Kritisi Penggunaan Dana Perkebunan Sawit untuk Subsidi Minyak Goreng. Dok Pribadi/Lingkar.co
Ketua Umum Gerbang Tani Idham Arsyad Kritisi Penggunaan Dana Perkebunan Sawit untuk Subsidi Minyak Goreng. Dok Pribadi/Lingkar.co

JAKARTA, Lingkar.co – Ketua umum Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) Idham Arsyad mengkritisi kebijakan Menko Perekonomian yang gunakan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPD PKS) sebagai subsidi harga minyak goreng. Idham menilai kebijakan itu tidak tepat sasaran.

“Tidak tepat (penggunaan dana BPD PKS, red). Sekalipun dimungkinkan untuk melakukan subsidi seperti yang diatur dalam UU Cipta Kerja, namun pemerintah harus melakukan penilaian secara menyeluruh,” tutur Idham melalui keterangan tertulisnya.

Baca Juga :
Tanggapi Aduan Korban Pelecehan Seksual, Kasat Reskrim Boyolali : Enak?

Menurutnya, salah satu sebab harga minyak goreng di Indonesia naik adalah karena kenaikan permintaan pasar internasional. Hal tersebut akibat adanya penurunan produksi di Malaysia dan penurunan produksi kanola oil di Kanada.

Hijau-Minimalist-Ucapan-Selamat-Sukses-Kiriman-Instagram-3

Tingginya permintaan ekspor CPO tersebut berakibat kurangnya stok di Indonesia.

Idham mengatakan, seharusnya hal tersebut dapat di antisipasi lebih awal oleh pemerintah. Karena hal tersebut merupakan salah satu tugas negara untuk melindungi dan memastikan bahwa stok dalam negeri harus aman.

“Betul bahwa mekanisme subsidi diatur dan dimungkinkan berdasarkan UU Cipta Kerja. Namun seyogianya hal itu tidak menjadi alasan bagi pemerintah untuk menjadikan itu sebagai jalan keluar,” tuturnya.

Png-20230831-120408-0000

Idham Arsyad: Prinsip Pengusaha untuk Pengusaha Tidak Relevan

Idham khawatir subsidi minyak goreng ini tidak tepat sasaran. Karena akan timbul masalah baru yaitu pengusaha akan lebih mengejar ekspor ketimbang menjual di dalam negeri.

“Kita justru khawatir, karena ada aturan itu (subsidi) maka pengusaha lebih mengejar pasar internasional. Toh dalam negeri dana itu bisa dipakai untuk menutup selisih yang tinggi,” tegas Ketua Gerbang Tani tersebut.

Ini yang justru menjadi pertanyaan kita, lanjut idham, dana dari pengusaha sawit akhirnya kembali kepadanya untuk membeli minyak goreng yang CPOnya dibeli darinya.

“Prinsip dari pengusaha untuk pengusaha ini tidak relevan di tengah krisis akibat pandemic, dimana rakyat sebenarnya yang lebih terkena dampak,” ucapnya.

Artinya, kata idham, pemerintah seharusnya punya berbagai instrument yang memungkinkan pengusaha berada dalam kontrol. Tidak serta merta karena alasan pasar, rakyat terus dirugikan.

“Oleh karena itu, harapan besar dari kebijakan harga minyak goreng saat ini bukanlah kebijakan yang tiba-tiba, tambal sulam, lantas mengandalkan skema subsidi sebagai jalan keluar. Perlu ada kebijakan yang lebih ketat dan serius untuk menjaga stabilitas harga, dimana proteksi kebutuhan dalam negeri harus diutamakan,” pungkasnya.

Penulis : Muhammad Nurseha

Editor : Muhammad Nurseha

Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *