JAKARTA, Lingkar.co – Komunitas LaporCovid-19 mendesak pemerintah tidak menghilangkan data kematian sebagai indikator evaluasi pemberlakukan PPKM.
Desakan terungkap dari Analis Data LaporCovid-19, Said Fariz Hibban, dalam keterangan tertulisnya kepada Lingkar.co, Rabu (11/8/2021) malam.
“Data kematian adalah indikator dampak dan skala pandemi yang perlu warga ketahui agar tidak abai risiko,” ujarnya.
Karennya, tegas Said, pemerintah wajib membenahi teknis pendataan, serta memasukan data kematian probabel, bukan menghilangkannya.
“Keputusan pemerintah tak memakai data kematian dalam evaluasi PPKM Level 4 dan 3 itu tentu patut di pertanyakan.” ujarnya.
Sebab, data kematian adalah indikator yang sangat penting untuk melihat seberapa efektif penanganan pandemi Covid-19 yang telah pemerintah lakukan.
Baca juga:
Satgas: Wanita Hamil dan Ibu Menyusui Boleh Divaksin Covid-19
“Ketidakakuratan data kematian yang ada seharusnya tidak menjadi alasan bagi pemerintah untuk mengabaikan data tersebut,” tegasnya.
“Dengan menyadari bahwa data kematian itu tidak akurat, pemerintah seharusnya berupaya memperbaiki data tersebut agar benar-benar akurat,” tegasnya lagi.
Apalagi, kata Said, data kematian yang selama ini diumumkan pemerintah, sebenarnya belum cukup untuk menggambarkan betapa besarnya dampak pandemi Covid-19.
“Hal ini karena jumlah kematian yang diumumkan pemerintah pusat ternyata masih jauh lebih sedikit dibanding data yang dilaporkan pemerintah daerah,” jelasnya.
Pemerintah juga seharusnya mempublikasikan jumlah warga yang meninggal dengan status probable, agar masyarakat memahami secara lebih akurat dampak pandemi.
“Perbaikan data ini yang harus dilakukan, bukan malah mengabaikan data kematian dan tak memakainya dalam evaluasi PPKM Level 4 dan 3,” ujarnya.
Baca juga:
Kisah Sardi, Puluhan Tahun Menjual Air Bersih Keliling di Semarang
Pemerintah Hilangkan Data Kematian
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan tidak memakai data kematian sebagai indikator evaluasi terhadap PPKM Level 4 dan Level 3 pada sejumlah daerah.
Hal itu dikatakan Menko Marves, Luhut B. Pandjaitan, dalam konferensi pers melalui siaran Youtube Kemenko Marves, Senin (9/8/2021).
Luhut beralasan, karena data kematian yang terlaporkan tidak akurat. Akibat adanya input data kumulatif angka kematian selama beberapa minggu sebelumnya.
“Karena kami temukan input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian,” ujarnya,
Ia pun menuturkan, dalam penerapan PPKM Level 4 pada 10-16 Agustus 2021, terdapat 26 kota/kabupaten yang turun dari Level 4 ke Level 3.
Hal itu kta Luhut, menunjukkan perbaikan kondisi di lapangan yang cukup signifikan.
“Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian,” kata Luhut.
Baca juga:
Ini Cara Puskemas Bugangan Beri Vaksin Covid-19 Masyarakat Rentan
Ini Penjelasan Jubir Luhut
Pemerintah menghapus angka kematian dalam asesmen level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Jodi Mahardi, menjelaskan perihal tersebut.
“Bukan dihapus, hanya tidak dipakai sementara waktu,” ujarnya, dalam siaran pers kepada Lingkar.co, Rabu (11/8/2021).
Hal itu, kata Jodi, karena temuan input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi atau bias dalam penilaian.
Pemerintah, lanjut Jodi, menemukan banyak penumpukan angka kematian, atau bahkan ada cicil pelaporan, sehingga pelaporannya terlambat.
“Jadi terjadi distorsi atau bias pada analisis, sehingga sulit menilai perkembangan situasi satu daerah,” ujarnya.
Menurutnya, data yang bias itu menyebabkan penilaian yang kurang akurat terhadap level PPKM pada suatu daerah.
Namun demikian, Jodi mengatakan, data kurang terbaru juga terjadi karena banyaknya kasus aktif yang tidak membarui lebih dari 21 hari.
Baca juga:
Berbeda dengan Pusat, Pemprov Jateng Klaim Level 4 Hanya Kota Magelang
“Banyak kasus sembuh dan angka kematian akhirnya yang belum terupdate,” kata Jubir Luhut itu.
Untuk mengatasi hal itu, Jodi menegaskan, pemerintah terus mengambil langkah-langkah perbaikan untuk memastikan data yang akurat.
“Sedang ada clean up (perapian) data, oleh tim khusus untuk ini. Nanti akan di-include (dimasukkan) indikator kematian ini jika data sudah rapi,” jelasnya.
Sembari menunggu proses itu, Jodi menuturkan, untuk sementara pemerintah masih menggunakan lima indikator lain untuk asesmen, yakni:
BOR (tingkat pemanfaatan tempat tidur), kasus konfirmasi, perawatan di RS, pelacakan (tracing) dan pengetesan (testing), kondisi sosio-ekonomi masyarakat.*
Penulis: M. Rain Daling
Editor: M. Rain Daling