JAKARTA, Lingkar.co – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut bahwa lonjakan angka kematian Covid-19 akibat akumulasi kasus yang belum terlaporkan.
Dalam kurun waktu tiga minggu terakhir, Kemenkes, merilis angka kematian akibat Covid-19, cenderung tinggi.
Adapun provinsi yang berkontribusi paling besar, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tenaga Ahli Kemenkes, dr. Panji Fortuna Hadisoemarto, MPH, mengatakan, pihaknya mendapati pelaporan daerah terkait kasus kematian yang tidak bersifat realtime.
Bahkan, kata dia, data yang dilaporkan pemerintah daerah merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya.
“Temuan Kemenkes itu, berdasarkan analisis dari data National All Record (NAR),” kata dr. Panji, dalam keterangannya dikutip Kamis (12/8/2021).
Baca juga:
35 Anggota Paskibra Jateng Intensif Latihan
NAR adalah sistem big data untuk pencatatan laboratorium dalam penanganan Covid-19 yang pengelolaannya oleh Kemenkes.
“Berdasarkan laporan kasus Covid-19 pada 10 Agustus 2021, misalnya, dari 2.048 kematian yang terlaporkan, sebagian besar bukanlah angka kematian pada tanggal tersebut atau pada seminggu sebelumnya,” jelasnya.
Bahkan, kata dia, 10,7 persen berasal dari kasus pasien positif yang sudah tercatat pads NAR lebih dari 21 hari, namun baru terkonfirmasi dan terlaporkan pasien meninggal.
”Kota Bekasi, contohnya, laporan kemarin (10/8/2021) dari 397 angka kematian yang dilaporkan, 94 persen diantaranya bukan merupakan angka kematian pada hari itu,” ujarnya.
“Melainkan rapelan angka kematian dari Juli sebanyak 57 persen dan Juni dan sebelumnya sebanyak 37 persen. Lalu 6 persen, sisanya merupakan rekapitulasi kematian pada minggu pertama Agustus,” ujanya lagi.
Contoh lain adalah Kalimantan Tengah. dr. Panji, mengatakan 61 persen dari 70 angka kematian yang terlaporkan kemarin (10/8/2021) adalah kasus aktif yang sudah lebih dari 21 hari, namun baru diperbaharui statusnya.
Terlambat Pembaruan Laporan
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat drg. Widyawati, MKM mengakui adanya keterlambatan dalam pembaharuan pelaporan dari daerah.
Hal itu, karena keterbatasan tenaga kesehatan dalam melakukan input data akibat tingginya kasus di daerah pada beberapa yang minggu lalu.
”Tingginya kasus di beberapa minggu sebelumnya membuat daerah belum sempat memasukkan atau memperbarui data ke sistem NAR Kemenkes.” terangnya.
”Lonjakan-lonjakan anomali angka kematian seperti ini akan tetap kita lihat setidaknya selama dua minggu ke depan,” tambah drg. Widyawati.
Kemenkes sangat mengapresiasi pemerintah daerah yang telah melakukan pembaharuan data sesegera mungkin.
”Tentunya ini tidak mengurangi semangat kita untuk terus berpacu menyampaikan data yang transparan dan realtime kepada publik,” ujarnya.
Pelaporan Bersifat Anomali
dr. Panji menuturkan, saat ini lebih dari 50 ribu kasus aktif adalah kasus yang sudah lebih dari 21 hari tercatat, namun belum ada pembaharuannya.
”Kita saat ini sedang mengkonfirmasi status lebih dari 50 ribu kasus aktif itu,” ujarnya.
Baca juga:
Lapas Kelas I Semarang Siapkan Tim Tanggap Darurat untuk BRT
Sehingga, kata dia, beberapa hari kedepan akan ada lonjakan angka kematian dan kesembuhan yang bersifat anomali dalam pelaporan perkembangan kasus Covid-19.
“Tapi ini justru akan menjadikan pelaporan kita lebih akurat lagi,” tutur dr. Panji.*
Penulis : M. Rain Daling
Editor : M. Rain Daling
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps