Modal Indonesia Menuju Endemi Covid-19

ILUSTRASI- Sejumlah negara di dunia tengah mempersiapkan diri menuju tahap endemi Covid-19, termasuk Indonesia. FOTO: PEXELS/Lingkar.co
ILUSTRASI- Sejumlah negara di dunia tengah mempersiapkan diri menuju tahap endemi Covid-19, termasuk Indonesia. FOTO: PEXELS/Lingkar.co

JAKARTA, Lingkar.co – Sejumlah negara-negara di dunia yang kasusnya terkendali tengah mempersiapkan diri menuju tahap endemi Covid-19, termasuk Indonesia.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito, mengatakan, Indonesia saat ini berfokus menuju endemi Covid-19 sebagai tujuan penanganan pandemi.

“Secara bertahap membuka kembali aktivitas sosial-ekonomi yang kedepannya dalam skala besar,” ucapnya, dalam keterangan pers virtual melalui kanal YouTube Setpres, Selasa (28/9/2021).

Lebih lanjut dia mengatakan, per 26 September 2021, penambahan kasus mingguan di Indonesia sebanyak 17.250 kasus atau telah turun 20 kali lipat dari puncak kedua.

Jumlah itu kata Wiku, lebih rendah dari kasus pada pertengahan tahun lalu, tepatnya data per 24 Agustus 2020, yaitu sebesar 18.675 kasus per minggu.

Dalam hal ini, Wiku menambahkan, bahwa target Indonesia untuk menekan penambahan kasus mingguan serendah-rendahnya.

“Paling tidak, bisa dicapai angka dibawah 10.000 kasus per minggu. Dengan begitu bahwa kondisi Covid-19 terkendali dan siap untuk berfokus menuju endemik Covid-19,” ujarnya.

BUAH DARI PEMBELAJARAN

Pencapaian tersebut, merupakan pembelajaran menghadapai krisis pandemi Covid-19 dalam satu setengah tahun ke belakang.

“Pembelajaran membuahkan perbaikan seiring berjalannya waktu,” kata Wiku.

Dalam menghadapi lonjakan kasus beberapa waktu lalu, pemerintah menerapkan beberapa strategi dan kebijakan.

Seperti pada 2020, dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau (PSBB) dengan penyesuaian menjadi PSBB transisi.

Hanya saja, kata Wiku, penerapan PSBB tidak merata pada wilayah Indonesia.

Lalu, kata Wiku, menghadapi lonjakan kasus pada2021, kebijakan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

PPKM berhasil menurunkan laju kasus tidak hanya pada lonjakan kasus pertama namun juga, pada lonjakan kasus kedua yang 4 kali lebih tinggi.

WIku mengatakan, keberhasilan PPKM ini mendapat dukunhan dari berbagai hal, antara lain:

  • Pertama, penerapan kebijakan PPKM berlapis, dari pembatasan mobilitas dalam dan luar negeri, pengaturan aktivitas sosial-ekonomi hingga pengaturan pada pintu masuk negara.
  • Kedua, kebijakan berlapis secara serentak di Indonesia berhasil menekan dan menurunkan jumlah kasus secara menyeluruh dan maksimal.
  • Ketiga, komando pengendalian Covid-19 oleh pemerintah pusat yang berkoordinasi dengan pemerintah daerah melalui koordinasi rutin mingguan hingga saat ini.
  • Keempat, pemerintah menggunakan data kasus dan data penunjang lain yang riil sebagai dasar perumusan kebijakan, contohnya penentuan zonasi dan level PPKM suatu daerah.
  • Kelima, pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan pelaku perjalanan internasional dengan melakukan skrining dan karantina agar apapun varian yang muncul dapat dicegah masuk ke Indonesia

“Penting untuk dipahami bahwa kelima hal ini merupakan modal ketahanan bangsa yang sudah mulai terbentuk dan semakin kuat seiring dengan berjalannya waktu,” jelas Wiku.

Dalam upaya menuju endemi, kata dia, perlu peningkatan resiliensi dan kesigapan pemerintah daerah dalam mengamati dan merespon kondisi daerahnya.

“Dan dengan kebijakan yang efektif dan tepat sasaran dari pemerintah serta kepatuhan masyarakat dalam menjalankannya,” kata Wiku.

“Bukan tidak mungkin Indonesia akan terbebas dari pandemi dan mencapai tatanan masyarakat produktif yang aman Covid-19,” sambungnya.

Pada masa endemi, tidak akan bisa tercapai apabila modal utama, yaitu kepatuhan dan displin protokol kesehatan (prokes).

“Penting saya tekankan, endemi tidak akan bisa tercapai apabila modal utama yaitu kepatuhan protokol kesehatan tidak terus terlaksana dengan disiplin,” pungkasnya.

CATATAN SATGAS COVID-19

Dalam perkembangan pandemi terkini, meski kasus terkendali namun ada sejumlah catatan penanganan dari Satgas Covid-19.

Salah satunya yang menjadi catatan, adalah jumlah pembentukan posko.

Padahal, posko melakukan penanganan dengan ruang lingkup yang lebih besar hingga lapisan terkecil.

Sayangnya, Satgas posko sebagai wadah koordinasi untuk pengawasan protokol kesehatan hingga tingkat RT/RW, pemanfaatannya belum secara maksimal.

“Per 26 September 2021, baru sebesar 31,1 persen Satgas/posko terbentuk di seluruh Indonesia, kata Wiku.

Bahkan terdapat 11 provinsi dengan satgas posko yang terbentuk masih kurang dari 10 persen.

Sayangnya, 11 provinsi tersebut juga masyarakatnya rendah dalam kepatuhan memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.

Selain itu kinerja Satgas posko yang sudah terbentuk di provinsi lainnya pun juga sedang mengalami penurunan.

Per 27 September 2021, kinerja posko hanya sebesar 681.483 kegiatan. Padahal, pada 24 September 2021, kegiatan yang terlaporkan sebanyak 771.440 kegiatan.

“Sangat disayangkan, tugas Satgas/posko vital pada saat kasus mulai turun dan aktivitas sudah mulai berjalan normal,” kata Wiku.

“Karena masa-masa inilah potensi pelanggaran protokol kesehatan paling besar untuk terjadi,” lanjut Wiku.

Kesebelas daerah itu, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Utara.

Baca Juga :
Guru Besar FTP UGM: Kopi Dapat Cegah dan Deteksi Covid-19

Kemudian, Sumatera Selatan, Maluku, NTT Sulawesi Tengah, Papua dan Maluku Utara.

Untuk itu, kepada gubernur, dan bupati atau walikota seluruh Indonesia, terutama 11 provinsi tersebut, mulai sekarang membentuk posko pada wilayah masing-masing.

“Jangan sampai menyesal dan terlambat membentuk posko baru saat kasus sudah mulai naik,” kata Wiku.

“Mengingat saat ini kita tetap perlu waspada terhadap kemungkinan adanya lonjakan ketiga karena beberapa negara dan dunia sedang mengalaminya saat ini,” sambungnya.

TINGKATKAN PENGAWASAN

Selain itu, dalam melakukan pembukaan aktivitas sosial-ekonomi perlu untuk terus memantau dan mempertimbangkan kondisi tiap daerah.

Terdapat beberapa provinsi yang dapat menjadi rujukan dalam pembelajaran menurunkan kasus, atau yang perlu untuk segera berbenah.

Untuk penurunan kasus yang lebih banyak dibandingkan kenaikan, ada 5 provinsi diantaranya, DKI Jakarta, Jawa Barat, Bengkulu, Kepulauan Riau, dan Sumatera Selatan.

“Seperti DKI Jakarta pada Juli 2021, kasusnya meningkat 24 kali lipat dari bulan Mei,” kata Wiku.

Namuan saat ini, kata dia, kasusnya telah menurun 78 kali lebih rendah ketimbang pada Juli 2021.

“Lalu, Jawa Barat, yang sebelumnya meningkat 11 kali lipat, saat ini berhasil turun 46 kali lebih rendah,” ucapnya.

Kemudian, Bengkulu, yang sebelumnya meningkat 12 kali lipat, saat ini berhasil turun 36 kali lebih rendah.

Kepulauan Riau, sebelumnya meningkat 5 kali lipat saat ini berhasil turun 24 Kali lebih rendah.

Sumatera Selatan, sebelumnya meningkat tujuh kali lipat saat ini berhasil turun 24 kali lipat.

“Ini adalah perkembangan yang sangat baik,” kata Wiku.

Perkembangan tersebut tidak akan tercapai jika tidak ada kerjasama yang baik antara pemerintah tingkat kabupaten/kota dan masyarakat, yang menaati kebijakan pembatasan yang berlaku.

Namun, kata Wiku, ada 5 provinsi yang mengalami kenaikan cukup tinggi, namun penurunannya belum setinggi kenaikan kasus.

Kelima provinsi itu, yakni Papua, Kalimantan Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan dan Maluku Utara.

“Kelima provinsi itu berhasil menurunkan kasus ketimbang dengan puncak kedua pada bulan Juli lalu,” kata Wiku.

“Namun, penurunannya harus didorong lagi hingga lebih rendah seperti sebelum lonjakan pada Juli lalu,” lanjutnya.

Wiku meminta pemerintah provinsi agar terus mengevaluasi penanganan Covid-19 pada wilayahnya.

“Terus tingkatkan pengawasan dan pelaksanaan protokol kesehatan agar penularan dapat terus ditekan dan kasus dapat semakin menurun,” kata Wiku.

“Mohon sampaikan kepada pemerintah pusat apabila terdapat kendala agar dapat ditindaklanjuti dengan segera,”sambungnya.***

Penulis : M. Rain Daling

Editor : M. Rain Daling