JAKARTA, Lingkar.co – Akademisi Universitas Negeri Semarang (UNNES) DR. Hendi Pratama, S.Pd, M.A menanggapi tindakan salah satu mahasiswi Universitas Sriwijaya (UNSRI) Palembang berinisial F melaporkan salah satu dosennya dengan inisial R. F melaporkan R lantaran adanya tindakan pencabulan di lingkungan kampus UNSRI beberapa waktu lalu.
Menurut Hendi sapaan akrabnya civitas akademik sudah selayaknya mempelajari dan memahami tentang Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021.
“Terapkan Permendikbud 30 secara maksimal. Jangan tunggu korban kekerasan seksual bertambah,” tulisnya melalui snapgram pribadinya @hendipratama, Senin (6/12/2021).
Melalui sambungan telepon dengan Lingkar.co, Hendi menjelaskan bahwa adanya ketimpangan kekuasaan dari pelaku dan stigma negative korban pelecehan seksual.
“Sekarang kan sudah ada peraturannya, meskipun belum sekelas undang-undang. Namun, peraturan tersebut dapat memberikan jaminan perlindungan hukum. Jadi korban dapat langsung melapor tanpa takut adanya tekanan dari pihak manapun,” terang Hendi di Jakarta.
Dulu, lanjut Hendi, banyak korban enggan melapor karena adanya tekanan dari pelaku yang biasanya memiliki kekuasaan. Serta efek samping stigma negatif yang diterima korban akan membuat korban semakin enggan untuk melapor.
Hendi menilai Permendikbud 30/2021 harus segera diterapkan di lingkungan kampus untuk memberikan rasa aman bagi mahasiswa.
“Harus segera (penerapan Permendikbud, red). Meskipun masih dalam kontroversi dan perdebatan, tapi mari kita utamakan perlindungan kepada korban lebih dahulu,” ucap Wakil Rektor IV UNNES itu.
Pemahaman Peraturan Harus Utuh
Menurut Hendi Pratama, dalam membaca dan menerapkan sebuah peraturan tidak boleh secara parsial atau tidak utuh.
“Kan banyak tuh yang bilang kalau Permendikbud itu katanya melegalkan perzinahan? Permendikbud tersebut dapat kita analogikan dengan peraturan di Pom Bensin. Bukan berarti adanya larangan merokok di pom bensin itu bisa melegalkan pencurian atau tindakan kejahatan lain di pom bensin kan,” terang Hendi.
Jadi, lanjutnya, Permendikbud 30/2021 itu memang peraturan yang khusus untuk dapat diterapkan di kalangan kampus.
“Dengan begitu, bukan berarti Permendikbud itu melegalkan perzinahan. Namun peraturan tentang perzinahan kan sudah ada dalam peraturan yang lainnya dan lebih tinggi,” ungkapnya.
Pegiat media sosial yang baru saja mendapatkan award sebagai influencer terfavorit di ajang Unnes Award itu juga mengapresiasi korban yang melapor.
“Banyak korban sekarang sudah mulai memahami dan mengerti kalau dia tidak sendirian. Sudah banyak yang mulai mau speak up. Karena sudah banyak masyarakat yang mulai memahami dan menjadi support system korban,” katanya.
Hendi berpesan kepada korban-korban pelecehan seksual agar mau bersuara dan melapor. Agar para pelaku dapat mendapakat efek jera dan lingkungan kampus menjadi lebih bersih dari praktik-praktik kekerasan seksual.
“Kalau sudah ada peraturannya dan banyaknya contoh kasus, kan dapat membuat pelaku-pelaku ini berfikir ulang kalau ingin melakukan. Dan para mahasiswa sendiri akan dapat lebih fokus kepada prestasi Pendidikan,” kata Hendi.
Untuk kampus UNNES sendiri menurut Hendi sudah ada penggodokan peraturan turunan Permendikbud 30/2021.
“Sedang dalam penggodokan mas. Sesegera mungkin kita selesaikan. Untuk mekanisme pelaporan kan sebenarnya sekarang sudah ada melalui bagian konseling atau kehumasan. Tapi nantinya kita akan lebih sempurnakan untuk membuat komite atau satgas khusus untuk melaksanakan Permendikbud tersebut,” pungkas Hendi sambil menutup telepon.
Penulis: Muhammad Nurseha
Editor: Muhammad Nurseha