Lingkar.co – Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi, meminta agar pemerintah bersikap tegas terhadap China atas permintaannya untuk menjadikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia sebagai jaminan pinjaman hutang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Menurut Awiek, sapaan akrabnya, negosiasi penambahan utang proyek KCJB sebesar Rp8,3 triliun dengan China perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
Selain itu, pihak konsorsium KCJB juga meminta konsensi proyek diperpanjang hingga 80 tahun.
“Kami menilai kenaikan biaya konstruksi atau cost overrun terjadi akibat perencanaan proyek yang kurang matang. Sehingga selama proyek dijalankan terdapat kenaikan biaya bunga, biaya tenaga kerja, hingga biaya pembebasan lahan.” katanya.
“Kondisi tersebut seharusnya sudah tercermin pada saat uji kelayakan proyek dilakukan. Kesalahan dalam perencanaan tidak bisa hanya dibebankan kepada pihak BUMN dan pemerintah Indonesia,” imbuhnya, Minggu (16/4/2023).
Seperti diketahui, pemerintah Indonesia saat ini tengah putar otak akibat membengkaknya biaya proyek KCJB sebesar US$ 1,2 miliar.
Ditambah, China juga mematok bungan utang sebesar 3,4% yang artinya jauh lebih tinggi dari harapan pemerintah, yakni 2%.
Padahal, menurutnya, penggunaan jaminan APBN dan perpanjangan konsensi memiliki beberapa resiko yang cukup besar terhadap keuangan negara.
Dia juga menegaskan, jika proyek KCJB secara finansial memiliki masa pengembalian investasi yang cukup panjang dan dipastikan dapat memberikan resiko yang sangat besar bagi APBN.
“Ya kan jelas, proyek ini akan memberikan beban jangka panjang bagi APBN. Tentu bukan masa konstruksi yang menimbulkan beban, namun saat kereta resmi beroperasi beban operator bisa ikut menjadi tanggungan APBN,” katanya.
“Apalagi pemerintah konsesi 80 tahun, yang berarti utang akan jadi tanggungan APBN jangka panjang,” imbuhnya.
Awiek meminta kepada pemerintah untuk waspada terhadap skenario dept trap atau jebakan utang dimana proyek yang membebani BUMN dan anggaran negara sengaja diciptakan dengan skenario tertentu.
“Kami meminta agar Pemerintah waspada terhadap skenario debt trap dimana proyek yang membebani BUMN dan anggaran Negara sengaja diciptakan dengan skenario tertentu oleh pihak kreditur sehingga pengelolaan aset strategis nasional pindah ke tangan asing,” katanya.
“Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung awalnya adalah business to business sehingga permasalahan pembengkakan biaya selama proyek berjalan dapat diselesaikan dengan mekanisme bisnis, bukan melibatkan APBN yang notabene hasil pungutan pajak dari warga Indonesia,” pungkasnya.
Penulis : Kharen Puja Risma
Editor : Kharen Puja Risma
Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps
Respon (1)