Lingkar.co – Kelompok Tani Hutan (KTH) dan Gabungan Kelompok Tani Hutan (Gapoktanhut) mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) untuk segera melakukan fasilitasi dan validasi lahan.
Selain itu, mereka juga sepakat dan mendukung program Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) Perhutanan Sosial (PS).
Menurut koordinator lapangan KTH dan Gapoktanhut Se-Kabupaten Blora, Moch Mul Giyanto hal itu dilakukan agar petani segera mendapat Surat keputusan (SK) definitif dan dapat merealisasikan bentuk dukungan terhadap program KHDPK.
“Kami melayangkan surat kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) wilayah Jawa,” ucapnya dalam jumpa pers di Pendapa Samin, Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah Senin (2/10/2023).
“Dan kami menerima surat balik, bahwa PSKL akan melakukan kegiatan fasilitasi dan validasi subjek dan objek pada awal Oktober ini. Jadi sebenarnya kita ini menyambutnya,” sambungnya.
Pendamping dari Perkumpulan Rejo Semut Ireng ini juga berharap, agar KLHK segera menetapkan KHDPK PS di areal yang telah diusulkan oleh lebih dari 20 ribu pesanggem.
Bahkan, pihaknya juga meminta kepada Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Jawa, agar menetapkan KHDPK PS di areal yang diusulkan oleh pesanggem atau petani penggarap lahan.
“KTH yang kami dampingi di Blora ada 57 KTH. Ada dua KTH yang sudah mendapat SK dari Pak Presiden kemarin di Jakarta. Namun yang lain kan belum di-acc. Semoga petani bisa mendapat hak kelola selama 35 tahun,” ungkap Mbah Mul, sapaan akrabnya.
Tak hanya itu, ia juga meminta Dinas Pangan, Pertanian, Peternakan dan Perikanan (DPPPP) Kabupaten Blora untuk segera menyetujui pengajuan program Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) pupuk bersubsidi yang telah diajukan oleh KTH.
Pada kesempatan itu, Mbah Mul juga menyinggung beradarnya opini yang menyatakan dalam mengajukan program KHDPK PS itu membayar, padahal gratis.
“Tidak ada membayar, ini semua gratis, jual beli SK juga tidak ada,” bebernya.
Maka dari itu, ia mempersilahkan untuk mengusut ketika ada petani maupun pendamping yang memperjual-belikan lahan garapan tersebut.
“Kalau memang ada dari anggota kami silakan dilaporkan atau melapor ke kami atau ke proses hukum. Dan, Kami dari pendamping siap membantu,” tegasnya
Dirinya lantas mengungkapkan ada empat poin yang dibahas dalam perkumpulan tersebut.
Menurutnya, empat poin yang dibahas tersebut sangat erat kaitannya dengan program KHDPK yang saat ini ia sebut mempunyai lebih dari 20 ribu pesanggem.

Adapun 4 (Empat) poin tersebut yakni:
- Menyambut Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Jawa melakukan kegiatan fasilitasi dan validasi terhadap subjek dan objek pada SK.185/MENLHK/SETJEN PSL.0/3/2023 dan SK.192/MENLHK/PSKL PSL.0/3/2023 yang akan dilaksanakan pada awal Oktober 2023.
- Meminta kepada Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Jawa menetapkan KHDPK PS di areal yang diusulkan oleh pesanggem.
- Meminta kepada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blora atau pihak terkait yang terlibat dalam syarat pengajuan RDKK, untuk segera menyetujui pengajuan program Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) yang telah diajukan oleh KTH/ Gapoktanhut se-Kabupaten Blora.
- Kami kelompok Tani Hutan atau Gabungan Kelompok Tani Hutan wilayah Kabupaten Blora menolak adanya program Agroforestri Tebu Mandiri (ATM). Kami merasa program tersebut tidak pro petani. Jika lahan hutan beralih menjadi tebu, maka sumber pendapatan petani jagung, padi, polowijo, bio farmakaz holtikultura, dan banyak potensi lainnya hilang. Kami petani yang sudah menggarap bertahun-tahun sangat dirugikan. (*)
Penulis: Lilik Yuliantoro
Editor: Ahmad Rifqi Hidayat
Rejo semut ireng adalah LSM dan mereka rata rata preman dan bukan petani penggarap. Mereka melakukan pemungutan uang tanpa persetujuan dari anggota kth. Dan melakukan tindakan intimidatif pada petani penggarap di berbagai desa di blora yang terdampak program khdpk. Di desa menden semut ireng ini de ketuai oleh mondol.