WHO Kritik Kebijakan Vaksinasi Berbayar Indonesia

Kepala Unit Program Imunisasi WHO, Dr Ann Lindstrandk, menurutnya vaksin berbayar dapat menimbulkan masalah etika. Istimewa/Lingkar.co
Kepala Unit Program Imunisasi WHO, Dr Ann Lindstrandk, menurutnya vaksin berbayar dapat menimbulkan masalah etika. Istimewa/Lingkar.co

JAKARTA, Lingkar.co – Pemerintah Indonesia berencana membuka jalur vaksin berbayar mandiri atau Vaksinasi Gotong Royong.

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Program vaksinasi gotong royong individu itu untuk memperluas cakupan vaksinasi demi menekan laju wabah Covid-19.

Kebijakan tersebut mendapat kritik dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.

Kepala Unit Program Imunisasi WHO, Dr Ann Lindstrandk, mengatakan penerapan mekanisme vaksin berbayar di tengah pandemi bisa menimbulkan masalah etika dan mempersempit akses masyarakat terhadap vaksin.

“Rencana vaksin berbayar bisa menimbulkan masalah etik dan akses, terutama dalam masa pandemi. Yang membutuhkan cakupan vaksin bisa mencapai kelompok paling rentan,” kata Ann, mengutip dari situs resmi WHO, Kamis (15/7/2021).

Seharusnya, kata Ann, tidak ada yang harus membayar untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Semua orang harus bisa vaksin tanpa terikat kondisi ekonomi.

“Penting bahwa setiap warga negara memiliki akses yang sama terhadap vaksin. Terlepas dari masalah finansial,” ujarnya.

Menurut Ann, alasan dasar penerapan vaksin berbayar saat ini tidak cukup kuat. Sebab, banyak negara yang mendapat jatah dosis vaksin Covid-19 melalui mekanisme kerja sama multilateral COVAX Facility yang berada di bawah WHO.

“Pemerintah Indonesia seharusnya tidak mengeluarkan banyak biaya karena skema internasional COVAX sudah menjamin dosis vaksin COVID-19 untuk sekitar 20 persen populasi,” jelasnya.

PENGIRIMAN VAKSIN KERJASAMA COVAX TELAH DITANGGUNG

Selain itu kata Ann, biaya pengiriman vaksin ke negara-negara kerja sama COVAX sudah ditanggung. Melalui bank pembangunan multilateral, Bank Dunia, dan lembaga internasional lainnya.

“Ada pasokan vaksin dari COVAX melalui kolaborasi UNICEF, WHO, dan lain-lain. Tentunya mereka memiliki akses vaksin yang gratis hingga 20 persen dari populasi yang dananya dari para penyandang kerja sama COVAX,” ujarnya.

“Jadi seharusnya tidak ada pungutan pembayaran dalam pelaksanaannya,” ujarnya lagi. *

Penulis : M. Rain Daling
Editor : M. Rain Daling