Kartu Diksi untuk Tulis Puisi

Turini Adi Agustin
Turini Adi Agustin

“Saya jadi mengantuk dan bosan Bu!”

Itulah pernyataan yang sering kita dengar saat siswa tidak lagi respek dengan materi yang akan kita sampaikan di kelas. Tampak wajah-wajah tidak bersemangat kita jumpai saat bapak atau ibu guru masuk kelas. Apalagi pembelajaran yang kita lakukan adalah pembelajaran penuh teori atau bacaan-bacaan panjang yang menguras energi.

Disadari atau tidak belajar bagi sebagian siswa adalah sebuah penderitaan. Mereka seolah dipaksa untuk menjalani ritual formal yang menyiksa. Alhasil tidak ada progress yang dicapai karena tidak ada minat untuk mempelajari sebuah ilmu. Demikian pula yang terjadi ketika mereka harus belajar bahasa Indonesia, terutama belajar menulis puisi di kelas X SMA Negeri 12 Semarang.

Hijau-Minimalist-Ucapan-Selamat-Sukses-Kiriman-Instagram-3

Pembelajaran bahasa Indonesia khususnya yang berhubungan dengan sastra sebenarnya merupakan  pembelajaran yang menarik karena sarat dengan pesan-pesan kehidupan yang mampu membekali kita mengarungi kehidupan ke arah lebih baik dan lebih arif.

Pembelajaran sastra seharusnya bisa mengajak para pelajar kita mempunyai minat, penghargaan, rasa cinta, dan sedikit banyak mempunyai selera yang baik tentang sastra, Rosidi (1983:38). Pengajaran sastra harus memberi kesempatan bagi para siswa untuk melatih dirinya mengemukakan pikiran dan pendapat ataupun perasaannya dalam susunan bahasa sebaik-baiknya. Hal itu dapat ditempuh dengan cara memberi kesempatan kepada para siswa untuk berkenalan langsung dengan karya sastra yang dibicarakan dan memberi kesempatan kepada mereka untuk mengetahui berbagai soal mengenai karya sastra itu.

Namun sayang, pembelajaran bahasa Indonesia khususnya yang berhubungan dengan sastra (puisi) terutama di kelas X SMA Negeri 12 Semarang,  kurang diminati karena dianggap sulit dan tidak menarik. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya apresiasi mereka terhadap karya sastra dalam bentuk puisi. Setiap kali guru masuk kelas dan menanyakan kepada siswa apakah mereka senang membaca atau menulis puisi, jawabannya selalu sama, tidak suka. Hanya satu atau dua siswa saja yang menyatakan senang membaca atau menulis puisi.

Png-20230831-120408-0000

Hal ini tentu saja menimbulkan keprihatinan yang dalam. Betapa tidak, puisi adalah bentuk karya sastra yang cukup mudah dan sederhana untuk dibuat. Seharusnya siswa menyukai dan bisa membuatnya. Setiap jengkal pengalaman hidup siswa dapat dituangkan dalam bentuk puisi. Ketika sedang sedih, marah, kecewa, gembira bisa diceritakan dalam puisi yang seharusnya bisa mereka buat.Daripada mereka melakukan hal-hal yang kurang bermanfaat dengan rasa sedih, kecewa, marah yang tersimpan dalam hati mereka. Jika bisa dikelola dengan baik maka sebenarnya mereka bisa menghasilkan karya yang indah dan mungkin bisa mengispirasi serta memiliki nilai-nilai kehidupan yang arif.

Berlatarbelakang masalah tersebut penulis mencoba alternatif lain untuk mengajar menulis puisi dengan menggunakan kartu diksi.

Belajar dengan bermain adalah kegiatan terpadu antara belajar dan bermain yang diintegrasikaan dalam sebuah materi pelajaran. Tindakan ini merupakan upaya menciptakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan, dengan tujuan akhir mencapai pembelajaran yang sehat dan pemerolehan mutu yang optimal. 

Permainan bahasa mempunyai tujuan ganda, yaitu untuk memperoleh kegembiraan sebagai fungsi bermain, dan untuk melatih keterampilan berbahasa tertentu sebagai materi pelajaran. Bila ada permainan menggembirakan tetapi tidak melatih keterampilan berbahasa, tidak dapat disebut permainan bahasa. Demikian juga sebaliknya, bila permainan itu tidak menggembirakan, meskipun melatih keterampilan berbahasa tertentu, tidak dapat dikatakan permainan bahasa. Untuk dapat disebut permainan bahasa, harus memenuhi kedua syarat, yaitu menggembirakan dan melatihkan keterampilan berbahasa. 

Kartu permainan (bahasa Inggris: playing cards), atau lebih dikenal dengan kartu diksi, adalah sekumpulan kartu seukuran tangan yang digunakan untuk permainan kartu. Kartu diksi ini dibuat sejumlah siswa di kelas yaitu 36 kartu dengan berbagai variasi diksi yang membantu mereka untuk belajar menulis larik puisi sesuai diksi yang tertulis dalam kartu. Tentu saja penulis membuat kartu diksi dengan warna berbeda dan diksi yang variatif supaya bisa dikembangkan di kelas untuk beberapa kesempatan berlatih menulis puisi.

Untuk kegiatan belajar mengajar di kelas bisa dilakukan secara klasikal dan kelompok.Secara klasikal, siswa dipersilahkan untuk mengocok kartu kemudian mengambil satu kartu dan membuat larik puisi dari diksi yang tertulis dalam kartu diksi. Setelah itu dilanjutkan siswa lain secara bergantian mengambil kartu diksi dan melanjutkan larik berikutnya dengan diksi yang tertulis dalam kartu. Semua siswa mendapat giliran untuk mengambil kartu diksi dan mendapat kesempatan untuk melanjutkan puisi yang sudah ditulis temannya di papan tulis atau slide yang tersedia di kelas. Selanjutnya hasil pekerjaan mereka akan dibaca dan dikoreksi bersama.

Secara kelompok, misalnya bila jumlah siswa 36 bisa dibagi 4 kelompok, selanjutnya tiap kelompok akan mendapat kartu diksi yang jumlahnya sesuai anggota kelompok. Tiap kelompok diberi ruang untuk menuliskan karyanya. Dengan batas waktu tertentu masing-masing kelompok akan berlomba menulis puisi berdasarkan diksi yang tertulis dalam kartu diksi. Pemenangnya adalah kelompok tercepat dan terbagus menulis puisi.

Cara ini ternyata lebih efektif dan lebih menarik untuk belajar  menulis puisi yang selama ini tidak disukai oleh siswa. Apalagi menulis puisinya dilakukan secara klasikal/bersama-sama.Ada semangat berkompetisi dan juga ada kebersamaan yang dibangun melalui pembelajaran menulis puisi dengan kartu diksi.

Pembelajaran menulis puisi dengan kartu diksi ini terbukti lebih menarik dan membuat siswa lebih kompetitif dalam belajar menulis puisi.Situasi pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Siswa tidak lagi merasa bosan apalagi mengantuk karena siswa bisa bermain namun tetap belajar. Pilihan diksi -diksi  yang  familiar dan menarik memudahkan siswa membuat baris / larik puisi . Siswa bisa saling berbagi melengkapi bait puisi yang dibuat dengan menggunakan diksi yang terdapat dalam kartu diksi.Juga ada kepuasan dan pengalaman tersendiri karena ternyata menulis puisi itu tidak sulit.

Cara ini bisa diadopsi dan dikembangkan di kelas bapak/ibu guru yang siswanya tidak tertarik bahkan tidak menyukai membaca atau menulis puisi supaya mereka juga bisa menulis puisi bahkan bisa membuat karya yang lebih luar biasa lagi.

Penulis : Turini Adi Agustini, Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 12 Semarang

Dapatkan update berita pilihan dan terkini setiap hari dari lingkar.co dengan mengaktifkan Notifikasi. Lingkar.co tersedia di Google News, s.id/googlenewslingkar , Kanal Telegram t.me/lingkardotco , dan Play Store https://s.id/lingkarapps

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *