*Oleh
Siti Munawaroh, S.Pd.I
Guru Agama Islam SD 1 Kaliyoso Undaan Kudus
siti.sm893@gmail.com
Sudah sembilan bulan semenjak diumumkan kasus pertama Covid-19 pada bulan Maret 2020 oleh presiden Joko Widodo, yang mengharuskan kita untuk bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah. Sampai sekarang ini pemerintah masih terus berupaya melakukan langkah-langkah preventif semaksimal mungkin supaya virus tersebut tidak menyebar secara luas dan memakan korban jiwa semakin banyak. Beragam kebijakan telah ditempuh, mulai dari physical distancing, hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tahun ajaran baru ini menjadi momentum pengelola sekolah dan orangtua untuk membantu peserta didik beradaptasi memasuki era kenormalan baru. Ini bukan berarti peserta didik dipersiapkan kembali bersekolah, namun membantu menyiapkan peserta didik agar mampu beradaptasi dengan situasi belajar di tengah wabah Covid-19.

Menurut UNESCO, tujuan belajar yang dilakukan oleh peserta didik harus dilandaskan pada 4 pilar yaitu learning how to know (belajar mengetahui), learning how to do (belajar melakukan sesuatu), learning how to be (belajar menjadi sesuatu), dan learning how to life together (belajar hidup bersama). Landasan pertama dan kedua mengandung arti bahwa peserta didik harus mampu mengaktualkan dan mengorganisir semua pegetahuan dan keterampilan dalam menghadapi berbagai masalah yang dihadapi dengan kata lain peserta didik harus mempunyai kompetensi tinggi (hard skills). Sedangkan untuk landasan ketiga dan keempat mengandung arti bahwa peserta harus mampu mengaktualkan dan mengorganisir berbagai kemampuan yang yang ada pada masing-masing individu dalam suatu keteraturan sistemik menuju tujuan bersama. Dalam artian untuk bisa menjadi seseorang yang diinginkan dan berdampingan bersama orang lain baik di sekolah maupun di masyarakat (soft skills).

Menurut UNESCO, tujuan belajar yang dilakukan oleh peserta didik harus dilandaskan pada 4 pilar yaitu learning how to know (belajar mengetahui), learning how to do (belajar melakukan sesuatu), learning how to be (belajar menjadi sesuatu), dan learning how to life together (belajar hidup bersama). Landasan pertama dan kedua mengandung arti bahwa peserta didik harus mampu mengaktualkan dan mengorganisir semua pegetahuan dan keterampilan dalam menghadapi berbagai masalah yang dihadapi dengan kata lain peserta didik harus mempunyai kompetensi tinggi (hard skills). Sedangkan untuk landasan ketiga dan keempat mengandung arti bahwa peserta harus mampu mengaktualkan dan mengorganisir berbagai kemampuan yang yang ada pada masing-masing individu dalam suatu keteraturan sistemik menuju tujuan bersama. Dalam artian untuk bisa menjadi seseorang yang diinginkan dan berdampingan bersama orang lain baik di sekolah maupun di masyarakat (soft skills).
Fenomena yang terjadi di era global ini terlihat dari melunturnya semangat peserta didik dalam dalam bersosialisasi, baik di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat (tempat tinggalnya). Mereka asyik dengan dunianya sendiri melalui gadget ataupun handphone. Di rumah mereka berkumpul dengan keluarga sangat dekat, tetapi terasa jauh, karena masing-masing memegang handphone. Di sekolah dengan teman, duduk bersama tetapi tidak saling bercakap. Begitu juga dengan tetangga tidak saling mengenal.
Soft skills adalah hal yang bersifat halus yang meliputi keterampilan psikologis, emosional dan spiritual. Soft skills mencakup pengertian nonteknis, kemampuan yang dapat melengkapi kemampuan akademik dan kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap orang (Muqowim, 2011). Adapun dalam artikel ini soft skills peserta didik yang diukur berdasarkan nilai keterampilan sosialnya meliputi keterampilan berbagi dan keterampilan partisipasi.
Pembelajaran two stay two stray menurut Lie (2007:60-61) adalah model pembelajaran kooperatif yang memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk berbagi pengetahuan baik dalam kelompok maupun dalam kelompok lain. Dalam bahasa Indonesia biasa dikenal dua tinggal dua tamu. Melalui strategi pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kepedulian pesert didik dalam lingkungan sekolah. Selain itu, meningkatkan keterampilan peserta didik untuk bersosialisasi di lingkungan sekolah. Adapun langkah pembelajarannya sebagai berikut : (1) Peserta didik membentuk kelompok yang terdiri dari 4 orang peserta didik; (2) Peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya mengerjakan LK yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap peserta didik dalam satu kelompok; (3) Peserta didik berdiskusi dalam kelompok dan memutuskan jawaban yang paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok memahami jawaban tersebut; (4) Setelah selesai, dua orang peserta didik dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok lain. Dua orang peserta didik yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka kepada tamu mereka; (5) Dua orang peserta didik yang tinggal sebagai tuan rumah menerima tamu dengan baik dan menjamu dengan berbagai informasi yang dibutuhkan tamu mereka; (6) Tamu memohon diri dengan sopan dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain; (7) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka; (8) Peserta didik dalam kelompok mengolah bahan tersebut untuk dijadikan sebuah laporan yang baik; (9) Peserta didik memajangkan hasil karyanya untuk mendapatkan tanggapan dan penilaian dari teman atau kelompok lain.
Seperti halnya model pembelajaran yang lain, model two stay two stray juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain: dapat dipublikasikan pada seluruh kelas, belajar peserta didik cenderung lebih bermakna, keaktifan merupakan orientasi utama, peserta didik lebih berani mengutarakan pendapatnya, menambah kekompakan, kerjasama, rasa peracaya diri, serta membantu peserta didik lebih termotivasi untuk belajar. Adapun kekurangannya antara lain: waktu yang dibutuhkan lebih lama, membutuhkan persiapan materi, dana, dan tenaga yang banyak bagi guru, pengelolaan kelas kurang maksimal, peserta didik yang tidak terbiasa belajar kelompok merasa asing dan sulit untuk bekerjasama sehingga peserta didik cenderung tidak mau belajar dalam kelompok.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan soft skills peserta didik dalam pembelajaran PAI sebagai tugas profesional. Diantaranya, setelah melaksanakan pembelajaran dan perbaikan pembelajaran, jika ternyata masih ada peserta didik yang nilainya di bawah standar atau rendah. Dengan demikian walaupun telah melakukan perbaikan dengan 2 siklus, sebaiknya guru mengadakan perbaikan lagi atau remedial sampai tidak ada satupun peserta didik yang nilainya rendah. Kedua, menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran.
Hasil yang diperoleh dari pembelajaran model two stay two stray dalam pembelajaran PAI materi kisah teladan Nabi, yaitu meningkatkan pengetahuan dan sikap dalam pembelajaran untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Selain itu, peserta didik menjadi lebih mudah dalam menerima konsep materi pembelajaran, dan menarik minat peserta didik untuk ikut aktif dalam pembelajaran.
Gus Yasin Minta Pembaruan Data Kemiskinan, Galakkan Program Satu Desa Binaan Satu OPD
Jangan mengadu domba rumah tangga orang ya